Ada Fenomena 'Air Mancur' Berlian di Bumi, Begini Kata Ahli

Rindi Salsabilla, CNBC Indonesia
22 August 2023 07:20
An assistant holds a 102.34 carat white diamond at Sotheby's auction house in London, Britain February 8, 2018. REUTERS/Hannah McKay     TPX IMAGES OF THE DAY
Foto: REUTERS/Hannah McKay

Jakarta, CNBC Indonesia - Para peneliti menemukan sebuah fenomena menakjubkan di mana berlian keluar dari 'air mancur' yang terjadi usai letusan gunung berapi yang besar.

Melansir dari Live Science, batu berlian terbentuk di dalam kerak bumi, yakni sekitar 150 kilometer di bawah permukaan. Berlian yang naik ke permukaan dengan sangat cepat saat letusan adalah kimberlit. Kimberlit bergerak dengan kecepatan antara 18 hingga 133 km/jam.

Menurut profesor ilmu bumi dan iklim di University of Southampton, Thomas Gernon, beberapa letusan dapat menciptakan ledakan gas dan debu, seperti gunung Vesuvius, Italia.

An assistant holds a 102.34 carat white diamond at Sotheby's auction house in London, Britain February 8, 2018. REUTERS/Hannah McKay     TPX IMAGES OF THE DAYFoto: REUTERS/Hannah McKay
An assistant holds a 102.34 carat white diamond at Sotheby's auction house in London, Britain February 8, 2018. REUTERS/Hannah McKay TPX IMAGES OF THE DAY

Para peneliti menemukan bahwa kimberlit paling sering terjadi ketika lempeng tektonik sedang bergerak dalam skala besar. 

"Berlian berada di dasar benua selama ratusan juta atau bahkan miliaran tahun," kata Gernon, dikutip Senin (21/8/2023).

"Pasti ada beberapa rangsangan yang tiba-tiba mendorong mereka keluar dari perut bumi karena letusan ini sangat kuat dan besar," lanjutnya

Gernon dan rekan-rekannya menemukan bahwa selama 500 juta tahun terakhir, ada sebuah pola saat lempeng-lempeng bumi mulai terpisah. Lalu, pada 22 hingga 30 juta tahun kemudian, letusan kimberlit mencapai puncaknya.

Sebagai contoh lain, para peneliti menemukan bahwa letusan kimberlit meningkat di wilayah Afrika dan Amerika Selatan. Letusan itu dimulai sekitar 25 juta tahun setelah pemisahan benua selatan Gondwana pada sekitar 180 juta tahun yang lalu.

Saat ini, Amerika Utara juga disebut mengalami lonjakan letusan kimberlit setelah Pangaea mulai terbelah sekitar 250 juta tahun yang lalu. Menariknya, letusan kimberlit ini dimulai dari tepi retakan dan bergerak menuju pusat massa daratan.

Melalui beberapa model komputer dari kerak dalam dan mantel atas bumi, para peneliti menemukan bahwa ketika lempeng tektonik terpisah, dasar kerak benua menjadi lebih tipis sehingga batuan panas naik ke permukaan, bersentuhan dengan batas, mendingin dan kembali tenggelam, dan menciptakan area sirkulasi lokal.

Daerah yang tidak stabil ini bisa memicu ketidakstabilan di wilayah sekitar, secara perlahan berpindah ribuan mil ke pusat benua. Menurut laporan para peneliti pada 26 Juli 2023 lalu, temuan ini sesuai dengan pola letusan kimberlit yang dimulai di dekat zona retakan dan berpindah ke bagian dalam benua.

Namun, bagaimana ketidakstabilan ini menyebabkan letusan eksplosif dari dalam kerak bumi? Gernon mengatakan, semuanya terletak pada pencampuran material yang tepat. Ketidakstabilan ini cukup mmbuat batuan dari mantel atas dan kerak bawah untuk saling bergerak satu sama lain.

Proses ini mencampurkan berbagai batuan yang mengandung banyak air dan karbon dioksida yang terperangkap di dalamnya, bersama dengan banyak mineral kimberlit, termasuk berlian.

Gernon menyatakan, temuan ini dapat berguna dalam mencari cadangan berlian yang belum ditemukan.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengenal Graff Diamonds, Merek 'Sultan' yang Kalahkan Hermes

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular