Saat Bung Karno Jadi Mak Comblang untuk Bung Hatta

Jakarta, CNBC Indonesia - Selain dikenal sebagai proklamator, Mohammad Hatta juga dikenal sebagai pribadi yang cerdas, teguh dan kalem. Sikap ini tercermin salah satunya dalam hubungan romansa. Tak seperti sahabatnya, Sukarno, Hatta tak 'bermain' dengan banyak perempuan.
Jika Sukarno sudah menikah saat usia 20 tahun, maka tidak dengan Hatta. Di usia muda itu, Hatta masih sibuk belajar, membaca buku dan berjuang di arus pergerakan. Meski banyak perempuan yang kagum, dia punya prioritas mana yang harus lebih dilakukan lebih dulu.
Hatta selalu berpikir bahwa urusan percintaan tidak begitu penting dan lebih baik mengurusi negara. Hingga akhirnya, saat usia muda dia melakukan sumpah yang sangat terkenal: tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka.
![]() |
Ucapan itu pada akhirnya benar-benar ditepati. Pada 17 Agustus 1945, saat para pendiri bangsa lain sudah menikah, Hatta yang berusia 43 tahun itu masih tercatat sebagai pria lajang. Sikapnya pun tak berubah sedari muda. Sekalipun Indonesia sudah merdeka, dia sama sekali tidak memikirkan soal perempuan. Dia sibuk mengurusi ini-itu buat negara.
Hingga akhirnya, muncul seorang comblang bernama Sukarno. Rupanya, Sukarno masih ingat betul sumpah Hatta di masa muda itu dan meminta untuk segera menebusnya. Sebagai sosok pribadi penuh kekakuan dan bernuansa formal, Hatta rupanya tak terbiasa untuk memulai kegiatan baru ini.
Saat ditanya oleh Sukarno siapa gadis yang mau dipinang, Hatta cuma menjawab:
"Gadis yang waktu itu kita jumpai ke Institut Pasteur. Yang duduk di kamar sana, yang begini, yang begitu, tapi saya belum tahu namanya," kata Hatta kepada Sukarno, dikutip dari R. Soeharto dalam Saksi Sejarah (1982).
Mendengar itu Sukarno langsung bingung. Pikirnya, bisa-bisanya Hatta hanya bilang begitu tanpa menyebut deskripsi diri secara spesifik. Tak lama berselang, Sukarno langsung ingat perempuan yang dimaksud. Rupanya, sosok itu adalah Rahmi yang biasa disebut Yuke, putri dari sahabatnya, Rachim.
Dari situ, tanpa tedeng aling-aling, Sukarno langsung berkunjung ke rumah Rachim pada malam hari. Tujuannya tidak lain adalah untuk menyampaikan niat bahwa Hatta ingin melamar Yuke. Meski begitu, prosesnya tak semudah yang dibayangkan. Rachim kaget bukan kepalang saat mendengar niat Sukarno.
Sebab, siapa yang tidak terkejut ada orang nomor satu di Indonesia, tiba-tiba dan tanpa janji, datang ke rumah orang lain dan ingin melakukan lamaran terhadapputrinya? Sudah gitu malam-malam, lagi. Setidaknya itulah yang kira-kira dipikirkan olehRachim.
![]() |
Pikiran itu bukan hanya soal kedatangan dan maksud Sukarno, tetapi juga perihal diri anaknya sendiri. Sebab, Yuke, perempuan yang ingin dilamar masih berusia 19 tahun. Terpaut 24 tahun dibanding usia Hatta. Sebagai upaya meluluhkan hati, Sukarno sampai mempromosikan Hatta bak barang dagangan.
Katanya, Hatta adalah sosok baik hati dan bertanggungjawab, sehingga tak usah lagi mempersoalkan perbedaan usia. Rachim akhirnya setuju karena dia juga sudah mengenal Hatta secara pribadi. Keputusan kini tinggal di tangan Yuke.
Sebagaimana diceritakan dalam Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (1980), tak disangka Yuke juga setuju meski di dalam dirinya masih ada rasa takut. Rasa takut itu terkait masalah intelektual. Dia merasa takut, tak cocok dan malu menjadi pasangan Hatta. Sebab, Hatta terlalu pintar untuk ukurannya yang masih mahasiswa belum lulus kuliah.
Berbekal persetujuan Yuke dan keluarga, Sukarno langsung pulang menemui Hatta. Sukarno merasa berbangga diri karena sukses menjadi comblang hubungan keduanya.
"Aku adalah satu‐satunya kepala negara yang juga menjadi calo dalam mengatur perkawinan," ujar Bung Karno kepada Cindy Adams, dikutip dari Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).
Singkat cerita, terjadilah upacara pernikahan Hatta-Yuke yang berlangsung sederhana dan khidmat di Megamendung, 18 November 1945, tepat 3 bulan setelah Indonesia merdeka.
Menariknya, Hatta meminang Yuke bukan dengan maskawin berupa emas, perangkat alat sholat, dan barang lain. Namun, berupa barang yang saat itu tidak lazim dan sama sekali tidak pernah digunakan sebagai syarat pernikahan, yakni buku berjudul Alam Pikiran Yunani.
Sejak itulah, bahtera rumah tangga Hatta-Yuke berjalan dan makin hangat nan ramai setelah memiliki 3 putri, yakni Meutia, Gemala dan Halida. Rumah tangganya pun berjalan lancar penuh kehangatan hingga maut memisahkan mereka berdua.
(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
