CNBC Insight

Setiap Manusia Lahir dari Sperma Terkuat? Ternyata Tidak!

Lifestyle - MFakhriansyah, CNBC Indonesia
14 March 2023 12:55
Ilustrasi Wanita Hamil (Photo by Juan Encalada on Unsplash) Foto: Ilustrasi Wanita Hamil (Photo by Juan Encalada on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia -  Dalam dunia sains dan reproduksi, ada pandangan umum kalau setiap manusia lahir dari sperma terkuat. Jadi, tiap kali seorang pria mengeluarkan jutaan sperma, maka terjadilah persaingan antar sperma di dalam organ reproduksi perempuan.

Mereka bak pelari marathon, berlomba-lomba mencapai ovum. Barangsiapa yang mencapai lebih dulu, maka dialah pemenangnya. Sang pemenang itulah yang akan memantik terjadinya pembuahan.

Narasi seperti ini biasanya juga dibarengi oleh bumbu-bumbu motivasi dan kesuksesan yang terus dipelihara oleh banyak orang.

"Bahwa kita sejatinya adalah pemenang karena berhasil mengalahkan jutaan sperma lain saat berlomba-lomba berenang menuju ovum," begitu kira-kira narasinya.

Akibat terbuai oleh bumbu-bumbu tersebut, pernyataan itu berakar di benak kita. Sayangnya, ada kekeliruan fatal dalam pandangan yang disebut preformationist itu.

Kesalahan tersebut terletak pada kesan bahwa pria memegang andil utama dalam proses pembuahan. Sedangkan peran perempuan tidak. Padahal riset ilmiah sudah mematahkan pandangan tersebut. 

Salah satunya adalah peneliti Universitas Zurich, Robert D Martin, yang berupaya mematahkan mitos keperkasaan sperma dalam "The Macho Sperm Myth" di Aeon. Menurutnya, narasi perlombaan jutaan sperma untuk mencapai sel telur adalah bentuk fantasi pria semata dan dongeng ilmiah. Akibatnya, proses biologis perempuan dianggap kurang berharga ketimbang laki-laki.

Padahal, perjalanan sperma di di organ reproduksi perempuan tidak seperti lari maraton. Robert bahkan menyebut "seperti rintangan militer yang sangat menantang." Apa maksudnya?

Jadi seperti ini. Ketika pria mengeluarkan 100 juta sperma, jumlah tersebut akan secara bertahap berkurang saat berpindah masuk ke dalam rahim. Pengurangan itu terjadi karena ada proses penyeleksian otomatis dari organ reproduksi perempuan.

Proses pertama terjadi di vagina. Sperma harus sukses melewati keasaman tinggi vagina. Jika berhasil, maka sperma memasuki seleksi kedua, yakni harus menembus lendir di serviks atau mulut rahim. Di sinilah, sperma dengan cacat fisik terjebak dan harus 'kalah'.

Setelahnya, sperma tidak bisa berenang berlomba-lomba (atau disebut crypts) begitu saja sendirian. 

"Begitu berada di saluran telur, sperma terikat sementara ke permukaan bagian dalam, dan hanya sebagian yang dilepaskan dan dibiarkan mendekati sel telur," tulis Robert.

Artinya, pada titik ini perlombaan sperma yang banyak dinarasikan dapat dipatahkan. Faktanya, ada kontraksi otot rahim juga yang membuatnya mampu bergerak melewati tuba fallopi sebelum akhirnya tiba di sel telur. 

Peneliti lain dari Universitas Stockholm, John Fitzpatrick, kepada CNN, menyebut sperma-sperma itu kemudian akan terkena serangan dari cairan saluran reproduksi. Sebab, sistem kekebalan perempuan memandang sperma sebagai sesuatu yang asing.

Selama proses penyeleksian tersebut jumlah sperma yang awalnya 100 juta, menurun secara bertahap saat proses perpindahan tersebut. Sperma berkualitas jelek dan berpotensi menghasilkan cacat atas otomatis tersingkirkan. 

Pada akhirnya, kata Robert, "ada ratusan sperma saja yang akan mengelilingi sel telur pada saat pembuahan." Dari sini sel telur perempuan akan memilih sperma mana yang akan menjadi pemenang beruntung yang dapat memantik proses pembuahan.

Dari uraian tersebut, dapat dipastikan organ reproduksi perempuan tidak diam saja atau pasif. Kenyataanya organ perempuan tersebut berperan aktif dalam proses penseleksian sperma. 

Jadi, pandangan maskulinitas yang mengunggulkan peran pria dapat dipatahkan. 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Jreng! Peneliti Ungkap Jumlah Sperma Terus Turun, Pertanda?


(mfa/mfa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading