Hari Perempuan Internasional
Bank Dunia Beberkan Bukti Hukum Indonesia Diskriminasi Wanita

Jakarta, CNBC Indonesia - Hukum Indonesia di bidang ekonomi ternyata belum sepenuhnya menjamin keadilan gender. Hal tersebut terlihat dari laporan Women, Business, and the Law 2023 yang dirilis Bank Dunia, Kamis (2/3/2023).
Setiap tahunnya, Bank Dunia menilai kemampuan hukum negara-negara dalam menjamin kesetaraan hak ekonomi laki-laki dan perempuan. Hasilnya, Indonesia memperoleh skor kumulatif 70,6 pada 2023.
Bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara (ASEAN), Indonesia masih berada di posisi bawah, yakni urutan ke-8 dari 11 negara. Berdasarkan data tersebut, Indonesia masih tertinggal dari Laos dan Vietnam (88,1), Timor Leste (86,3), Singapura (82,5), Kamboja (81,3), Filipina (78,8), dan Thailand (78,1).
Meski demikian, capaian Indonesia pada 2023 meningkat jika dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada 2022 lalu, skor kumulatif Indonesia 64,4.
Bank Dunia menyebutkan, skor kumulatif tersebut diperoleh berdasarkan ketersediaan aturan hukum terkait delapan indikator di setiap negara, yakni.
Jaminan kebebasan mobilitas perempuan
Perlindungan di tempat kerja
Kesetaraan upah
Kesetaraan dalam hubungan perkawinan
Kesetaraan dalam pengasuhan anak
Kesetaraan kesempatan berbisnis
Kesetaraan hak kepemilikan aset
Kesetaraan tunjangan pensiun
"Ketika hukum negara membatasi perempuan, gagal melindungi perempuan dari kekerasan, atau mendiskriminasi mereka di tempat kerja maka perempuan cenderung tidak berpartisipasi penuh dalam ekonomi," tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (8/11/2023).
Bank Dunia melaporkan, sejumlah peristiwa terhadap perempuan yang terjadi menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kemunduran di jalan menuju kesetaraan gender.
Salah satu contoh yang menjadi bukti konkret bagi Bank Dunia adalah kasus pelecehan seksual di Kementerian Koperasi dan UKM Usaha Menengah. Dalam kasus tersebut, Bank Dunia menyoroti upaya penyelesaian kasus berupa pihak kepolisian yang hendak menikahkan korban dengan pelaku pada 2022 lalu.
Meskipun demikian, Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah contoh menarik dari jalan menuju kesetaraan hukum, melalui sejumlah perubahan terhadap Undang-undang (UU) yang dinilai berpihak kepada perempuan.
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia melihat bahwa reformasi kesetaraan gender Indonesia pertama kali dimulai pada 1975, yakni sejak disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Melalui UU tersebut, Indonesia dinilai menghilangkan batasan pada kemampuan perempuan, yakni dapat melakukan apapun secara mandiri tanpa izin dari suami.
Selain itu, perempuan yang sudah menikah di Indonesia dapat memilih tempat tinggal dan memperoleh pekerjaan juga dinilai sebagai reformasi kesetaraan gender di indonesia.
"Secara total, tujuh data poin di empat indikator berubah dari 'tidak' menjadi 'ya' karena reformasi hukum ini," sebut Bank Dunia.
"Skor Indonesia melonjak pada 2004 dengan diperkenalkannya UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, yaitu melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pekerjaan dan menghilangkan batasan historis pada tugas dan industri di mana seorang wanita dapat bekerja," lanjutnya.
Bank Dunia menyebutkan, selama lima dekade terakhir, lanskap hukum Indonesia mengalami kemajuan. Pada 1970, perempuan hanya memiliki 20 persen hak yang diberikan kepada laki-laki. Namun, pada 2022 perempuan memiliki lebih dari 70 persen.
[Gambas:Video CNBC]
(hsy/hsy)