
Di Korea, Sekolah Simpan Catatan Bully Siswa Selama 2 Tahun!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Pendidikan Korea Selatan (Korsel) menginstruksikan seluruh sekolah di negara itu untuk menyimpan catatan perundungan para siswanya hingga dua tahun kelulusan.
Dilansir dari The Korea Times, sebelumnya catatan pelaku kekerasan dan perundungan di sekolah langsung dapat dihapus ketika siswa telah lulus. Akibatnya, hal itu menyulitkan sejumlah pihak untuk melacak dan menangani pelaku.
Namun, mulai hari ini, Rabu (1/3/2023), seluruh sekolah akan menyimpan seluruh catatan tersebut hingga dua tahun setelah pelaku kekerasan dan perundungan lulus. Kementerian Pendidikan Korsel mengatakan, hal ini sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan keamanan di seluruh ruang kelas.
Menurut laporan tersebut, kekerasan di sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan tingkatan atau kategori tergantung pada tingkat keseriusan.
Bila terjadi kekerasan kategori sembilan, pelaku tingkat sekolah menengah dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu, pelaku kekerasan kategori delapan akan dipindahkan ke sekolah lain. Sementara itu, pelaku kekerasan kategori tujuh harus pindah kelas.
Namun, kategori delapan adalah kasus kekerasan yang paling serius. Sebab, siswa dikeluarkan dari sekolah bukanlah suatu pilihan karena sekolah merupakan pendidikan wajib di Korsel. Seiringan dengan hal tersebut, kekerasan kategori delapan pun memang paling banyak terjadi.
Selain menyimpan catatan perundungan para siswa hingga dua tahun kelulusan, Kementerian Pendidikan Korsel juga akan meluncurkan badan konsultasi bersama kementerian dan organisasi terkait yang ditujukan untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap siswa di dunia maya.
Lalu, pendidikan tentang pencegahan narkoba juga akan diperluas di seluruh tingkatan sekolah.
Beberapa waktu lalu, kasus perundungan siswa di Korsel menjadi sorotan seiring dengan popularitas drama Korea, The Glory. Dilansir dari Wolipop, seorang komisaris sekolah mengungkapkan kasus perundungan yang dilakukan siswa di Korsel melalui acara radio MBC News High Kick.
Komisaris sekolah yang bertanggung jawab atas kasus perundungan di Kantor Pendidikan Gyeonggi Suwon, Choi Woo Seong mengatakan, kasus perundungan yang terjadi di kehidupan nyata jauh lebih sadis dari yang ditampilkan dalam The Glory.
"Adegan kekerasan di drama Korea The Glory mengejutkan banyak penonton. Beberapa orang mungkin tidak percaya kalau itu benar terjadi, tapi peristiwa yang terjadi di kehidupan nyata dan meningkatkan kesadaran tentang kekerasan di sekolah, kenyataannya lebih buruk," ungkap Choi, dikutip Rabu (1/3/2023).
"Korban saat itu mengalami luka bakar dan tulang ekornya pun menonjol. Dia membutuhkan 5 hingga 6 minggu untuk rawat inap. Para perundung mengaku bahwa mereka berniat merobek keropeng yang terbentuk di atas bekas lukanya," lanjut Choi menceritakan salah satu kasus perundungan siswa yang terjadi di Negeri Ginseng itu.
Choi menjelaskan, sebenarnya Undang-Undang Kekerasan Sekolah telah disahkan pada 29 Januari 2004. Namun, korban selalu mendapat ancaman dari pelaku untuk tidak mengungkap identitas pelakunya kepada siapa pun.
Dilansir dari Nate, pelaku perundungan remaja yang berusia 10 hingga 14 tahun mendapat perlindungan hukum. Namun, menyusul desakan publik atas kasus perundungan yang marak terjadi, pemerintah Korsel akhirnya mengesahkan undang-undang yang menurunkan batas usia untuk peradilan remaja dan pencegahan tindak kejahatan, yakni dari usia 14 tahun menjadi 13 tahun.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Seindah Drama, Bunuh Diri Penyebab No.1 Kematian di Korea