Kenapa Hari Ibu Nasional Beda dengan Hari Ibu Internasional?
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari Ibu merupakan hari yang didedikasikan untuk mengenang dan menghargai jasa ibu. Di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara di dunia, hari tersebut diperingati pada 10 Mei setiap tahunnya. Namun, di Indonesia justru berbeda. Peringatan Hari Ibu di tanah air ditetapkan setiap 22 Desember.
Lalu, mengapa perayaan Hari Ibu Nasional beda dengan Hari Ibu Internasional?
Jawaban atas pertanyaan ini berkaitan dengan sejarah ditetapkannya Hari Ibu Nasional. Di Indonesia, penetapan Hari Ibu justru berawal dari keinginan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan lewat Kongres Perempuan Indonesia.
Dilansir dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), sejarah Hari Ibu di Indonesia berawal dari para perempuan yang terdorong untuk bersatu dalam wadah mandiri ketika Kongres Sumpah Pemuda. Berawal dari situ, diselenggarakanlah Kongres Perempuan Indonesia pertama yang dihadiri oleh para pimpinan kaum perempuan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Dikutip dari Pengancuran Gerakan Perempuan oleh Saskia Wieringa, dalam kongres tersebut, para perempuan yang hadir melakukan pembahasan terkait masalah yang banyak dialami oleh perempuan Indonesia, seperti minimnya akses pendidikan untuk perempuan, nasib anak-anak yatim dan janda, perkawinan anak, buruknya kawin paksa, poligami, dan pentingnya harga diri lebih tinggi di kalangan perempuan. Dari hasil kongres tersebut, terbentuk Perserikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI) untuk menjadi wadah perjuangan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Saat pembentukan dengan 20 organisasi anggotanya, PPPI bertujuan untuk berjuang bersama laki-laki dalam membela Indonesia yang berupaya untuk merdeka. Selain itu, terdapat pula upaya untuk meningkatkan martabat perempuan Indonesia agar menjadi perempuan yang maju. Namun, Pada 1929 PPPI berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).
Menurut Kemendikbud Ristek, setelah kongres kedua pada 1935 di Jakarta, Kongres Perempuan Indonesia yang ketiga pada 1938 di Bandung menjadi awal mula ditetapkannya 22 Desember sebagai Hari Ibu. Selain Hari Ibu, 22 Desember juga dijadikan sebagai tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia.
Tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu di Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Libur tertanggal 16 Desember 1959.
Perayaan Hari Ibu mulai melenceng?
Sejak masa Orde Baru, yaitu 1966 sampai 1998, terdapat anggapan bahwa tujuan Hari Ibu di Indonesia mulai melenceng, terutama sejak Presiden Soeharto mendirikan berbagai organisasi perempuan seperti Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Dharma Wanita. Ini karena Hari Ibu justru dipolitisasi untuk mendomestikasi perempuan.
Dikutip dari Politik Identitas Perempuan Aceh oleh Edriana Noerdin, lewat PKK dan Dharma Wanita, peran perempuan dibatasi hanya untuk kepentingan domestik, yaitu di rumah tangga. Sebab, PKK dan Dharma wanita ditujukan untuk menyosialisasikan perempuan agar menjadi pasangan yang setia dan patuh pada suami, serta tidak boleh terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Selain itu, program domestikasi perempuan terlihat melalui sejumlah program. PKK, Dharma Wanita, dan Dharma Pertiwi selalu mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan posisi perempuan di rumah tangga, seperti lomba memasak, sehingga tidak ada waktu dan energi untuk campur tangan dalam proses pengambilan keputusan di komunitas.
Terakhir, bentuk domestikasi perempuan di Indonesia semakin terlihat sejak adanya sosialisasi ideologi ibu rumah tangga (IRT) yang dicanangkan oleh Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). KOWANI mencanangkan ideologi lima tanggung jawab perempuan sebagai seorang istri atau Panca Dharma Wanita yang berisi:
- Perempuan sebagai pasangan yang setia kepada suami
- Perempuan sebagai prokreator bagi bangsa
- Perempuan sebagai pendidik dan pembimbing anak-anak
- Perempuan sebagai pengurus rumah tangga
- Perempuan sebagai anggota masyarakat yang berguna
Hadirnya Panca Dharma Wanita membuat sebagian besar ibu di Indonesia merasakan hambatan dalam meningkatkan martabatnya perempuan Indonesia agar menjadi perempuan yang maju.
"Sejak di bawah Soeharto, perempuan telah dikondisikan hanya untuk belajar menjahit, memasak, membesarkan anak, dan membersihkan rumah. Perempuan di desa-desa telah menginternalisasi peran mereka sebagai ibu rumah tangga, dan ditambah bekerja di ladang untuk membantu suaminya," sebut salah satu aktivis perempuan Aceh, Rina, dikutip Kamis (22/12/2022).
"Mereka (perempuan) tidak punya kekuatan untuk melawan domestikasi. Mereka berkata bahwa karena mereka bodoh dan lemah, mereka tidak punya pilihan selain dari pada patuh dengan apa yang diperintahkan kepada mereka," lanjut Rina memberikan dampak dari domestikasi orde baru.
Hingga saat ini, peringatan Hari Ibu pun masih diidentikkan dengan domestikasi perempuan, yaitu dengan diselenggarakannya lomba memasak, merias, dan lain-lain sehingga Hari Ibu lebih dimaknai sebagai peran perempuan sebagai seorang istri dan ibu, dan sangat jarang diapresiasi perannya sebagai pihak yang juga berkontribusi membangun bangsa dan negara.
(hsy/hsy)