Ramai Bisik-bisik Kebaya, Begini Kisahnya di Indonesia

Rindi Salsabila Putri, CNBC Indonesia
07 November 2022 20:56
Komunitas warga berkebaya berjalan di sekitar kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (25/6). Gerakan tersebut mengajak para warga untuk mengenakan busana identitas Indonesia seperti berkebaya pada hari selasa. Belasan perempuan mengenakan kebaya berlalu lalang melintasi kawasan Stasiun BNI dan MRT Dukuh Atas. Mereka juga menyerukan hastag #SelasaBerkebaya.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: #SelasaBerkebaya di Kawasan Stasiun Dukuh Atas (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir-akhir ini kebaya tengah jadi sorotan. Pakaian tradisional yang kerap dipadankan dengan kain batik ini, tak asing bagi perempuan di Indonesia. Dan, acap kali dijadikan simbol fesyen elegan perempuan Indonesia. 

Kebaya juga sering jadi dress-code atau busana wajib saat peringatan Hari Kartini. 

Kebaya merupakan salah satu identitas perempuan Indonesia berupa busana. Penggunaan kebaya dianggap sebagai representasi kekuatan persatuan konstruksi sosial masyarakat Indonesia yang terdiri atas ras, etnik, dan ideologi.

"Kebaya digunakan tidak hanya untuk wanita Jawa, melainkan juga digunakan oleh wanita dari pulau-pulau lainnya di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kebaya selain berfungsi sebagai busana nasional juga sebagai busana tradisional," sebut Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI Widjajanti M Santoso, dikutip dari laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (7/11/2022).

Saat ini, Indonesia sedang mengusulkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia (UNESCO).

Lantas, seperti apakah perjalanan kebaya tradisional di Indonesia?


Mengutip dari CNN Indonesia, jauh sebelum ada kebaya, perempuan Nusantara mengenakan lilitan kain dari bawah ketiak sebagai kemben atau dililitkan mulai dari pinggang. Disebutkan bahwa cara berbusana menentukan strata sosial seseorang.

Seseorang yang menggunakan busana berlapis, panjang, material tertentu, dan lengkap dengan aksesoris, seperti mahkota adalah sosok bagian dari strata sosial tinggi. Sementara itu, masyarakat strata sosial rendah akan semakin sedikit dan pendek dalam mengenakan lapisan busana.

Namun, seiring berjalannya waktu dan masuknya pengaruh bangsa lain, seperti China dan Portugis, kain yang disampirkan mulai diselubungkan ke tubuh dan dijahit.

Melansir dari Detik, menurut buku bertajuk Pesona Solo oleh Anita Chairul Tanjung, sejumlah catatan menunjukkan bahwa sejarah kebaya tidak hanya berawal dari tanah Jawa, tetapi juga di kawasan peradaban Melayu, seperti Indonesia dan Malaysia.

Kebaya yang berasal dari bahasa Arab, yakni 'Abaya' yang berarti 'pakaian' diyakini berangkat dari migrasi masyarakat China ke Asia Tenggara yang disebarkan ke Malaka, Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi.

Di Nusantara, kebaya dijadikan sebagai atasan yang dikombinasikan dengan bawahan berupa kain khas daerah masing-masing, seperti kain baik di Jawa dan kain songket di Sumatra.

Disebutkan dalam Sejarah Perkembangan Budaya Sunda oleh Irma Russanti, kebudayaan China disebut memberikan pengaruh pada perkembangan kebaya, khususnya di tanah Sunda. Hal tersebut terlihat dari garis penutup kebaya Sunda menutup hingga di bawah perut.

Sebelum 1600-an, kebaya belum dapat digunakan oleh masyarakat biasa. Sebab, kebaya adalah pakaian yang hanya digunakan oleh keluarga kerajaan. Namun, Memasuki masa penjajahan Belanda di Jawa, perempuan-perempuan Eropa di Jawa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi.

Meski sempat dianggap sebagai busana yang kuno dan hanya dapat digunakan pada acara resmi, saat ini kebaya mulai populer di kalangan anak muda seiring digaungkannya gerakan menggunakan kain di kegiatan sehari-hari.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Ini Manfaat Minum Jamu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular