Diminta Tanggung Jawab Kasus Gagal Ginjal, Ini Kata Kemenkes

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak akhir Agustus 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menerima laporan lonjakan peningkatan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA) pada anak. Kemenkes mencatat sebanyak 324 total kasus pasien Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GgGAPA) dengan angka kematian 195 anak hingga Senin (7/11/2022).
Tingginya angka kematian tersebut membuat rakyat menuntut pertanggungjawaban pemerintah. Rakyat menuding pemerintah lalai melaksanakan tugasnya dalam melindungi masyarakat dari obat sirup berbahaya penyebab gagal ginjal akut.
Mengenai tuntutan tersebut, Kemenkes melalui juru bicara dr. M. Syahril menyebutkan bahwa pihaknya sudah melakukan tanggung jawab dengan cara melakukan pencegahan dan penanganan pada anak-anak di Indonesia, baik ketika belum ataupun sudah mengidap penyakit akut ini.
"Kalau dikaitkan dengan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan ranah hukum, saya kira itu adalah proporsional. Proporsional artinya apa? Begitu ini dipandang perlu, dikaji memang ada pelanggaran hukum, saya kira nanti ranah hukum yang akan menentukan," sebut dr. Syahril melalui konferensi pers daring, Senin (7/11/2022).
"Termasuk tuntutan-tuntutan masyarakat tadi," lanjutnya.
Syahril menyebutkan, prioritas Kemenkes saat ini adalah memberikan perhatian kepada masyarakat, terutama pihak yang menjadi korban. Namun, ia menegaskan, tuntutan tersebut bukan merupakan ranah Kemenkes.
"Tapi sekali lagi, yang mengurusi ini nanti di luar Kementerian Kesehatan," tegas dr Syahril.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuntut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kemenkes, dan produsen farmasi untuk harus bertanggung jawab atas pelonjakan kasus serta banyaknya jumlah kematian anak kasus gagal ginjal akut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPOM, Penny K. Lukito menolak bertanggung jawab atas peredaran obat sirup yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak. Sebab, menurutnya BPOM telah bekerja sesuai dengan prosedur.
Penny menegaskan bahwa selama ini pihaknya telah menjalankan tugas sesuai dengan panduan standar obat Farmakope yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Oleh sebab itu, BPOM tidak memiliki kewajiban untuk mengawasi produk jadi obat-obatan. Alih-alih, BPOM meminta Kementerian Kesehatan merevisi Farmakope agar pengawasan menjadi baik.
"Jadi, jangan minta tanggung jawab kepada Badan POM karena Badan POM sudah melakukan tugas sebaik-baiknya," ujar Penny dalam konferensi pers, Kamis (27/10/2022) lalu.
"Jika kalau sekarang ada penggiringan terhadap BPOM yang tidak melakukan pengawasan secara ketat, itu karena tidak memahami saja dari proses jalur masuknya, bahan baku, pembuatan, di mana, peran-peran siapa," lanjut Penny.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Total Kasus Gagal Ginjal Jadi 323, Pasien Meninggal 190 Anak
