Mengapa Pasien Covid-19 Kehilangan Indra Penciuman?

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
29 July 2020 15:09
Mannequins wearing face masks are placed to provide social distancing in a theatre in Madrid, Spain, Wednesday, June 17, 2020. Spanish Prime Minister Pedro Sanchez has announced a state ceremony to be held on July 16 to honour more than 27,000 who have died from the coronavirus. The ceremony will be held four months after Spain imposed one of the strictest lockdowns in the world to respond to the virulent cluster that followed major outbreaks in China and northern Italy. (AP Photo/Manu Fernandez)
Foto: Bioskop di Spanyol Terapkan Physical Distancing (AP/Manu Fernandez)

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu dari banyak misteri Covid-19 akhirnya dapat dipecahkan. Para peneliti di Harvard Medical School mengatakan mereka telah menemukan jawaban mengapa beberapa orang yang terinfeksi corona kehilangan indera penciumannya.

Gejala yang disebut anosmia oleh dokter, adalah salah satu indikator awal dan paling umum dilaporkan dari tanda terinfeksi virus corona. Ini biasa terjadi pada penderita selain demam dan batuk.



Melalui analisis mereka terhadap berbagai dataset (objek yang merepresikan data dan memori), para ilmuan Harvard menemukan bahwa corona menyerang sel-sel yang mendukung neuron sensorik penciuman, yang mendeteksi dan mengirimkan indera penciuman ke otak. Namun, tidak menginfeksi.

"Temuan kami menunjukkan bahwa virus corona mengubah indera penciuman pada pasien bukan dengan menginfeksi neuron secara langsung tetapi dengan mempengaruhi fungsi sel pendukung," kata Sandeep Robert Datta, seorang profesor neurobiologi di Harvard Medical School sebagaimana dimuat di New York Post, Rabu (29/7/2020).

Itu artinya virus tidak mungkin menyebabkan kerusakan permanen pada sirkuit saraf penciuman. Karenanya, pasien dapat memulihkan indra penciuman mereka.

"Saya pikir itu kabar baik, karena begitu infeksi hilang, neuron penciuman tampaknya tidak perlu diganti atau dibangun kembali dari awal," kata Datta dalam sebuah pernyataan.

"Kita membutuhkan lebih banyak data dan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme yang mendasari untuk mengonfirmasi kesimpulan ini."

Studi ini diterbitkan pada hari Jumat pekan lalu. Penelitian dimuat di jurnal peer-review Science Advances.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kalem! Ini yang Harus Dilakukan Bila Tertular Covid Omicron

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular