
Rekening Bersama Setelah Nikah, Haruskah?
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 February 2019 18:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Membicarakan pernikahan bagi milenial kadang punya dua sisi pandang yang berbeda dalam menghadapinya. Membangun bahtera rumah tangga tak semata membicarakan soal pencapaian atas puncak suatu hubungan.
Oleh Karena itu, tidak sedikit individu yang sudah memiliki pilihan untuk berjuang demi kehidupan membina rumah tangga, yang dimulai dengan mengatasi ketakutan pada pernikahan itu.
Perjuangan demi perjuangan dilewati hingga mencapai meja KUA, dan tampakya akan segera berakhir ketika ijab kabul atau pemberkatan sudah terucap.
Namun, kehidupan baru dimulai ketika masa bulan madu sudah usai dan masuk ke realitas kehidupan sesungguhnya.
Kebutuhan dan tantangan datang satu per satu ke hadapan pasutri yang masih bau kencur tersebut, tak terkecuali masalah finansial yang kadang tidak terpikirkan sebelumnya.
Lalu muncul pertanyaan, apakah menggabungkan rekening salah satu yang harus dilakukan. Idealnya, menurut sejumlah kalangan, sebisa mungkin kontrol keuangan ada di satu tempat.
Nah, inilah yang jadi tantangan lain dari pernikahan. Sudah siapkah kita mengatur keuangan rumah tangga dan bagaimana caranya mengelola keuangan yang baik? Apakah penggabungan rekening solusi yang paling jitu?
Eko Endarto, perencana keuangan dari PT Finansia Consulting, mengatakan jangan terburu-buru menggabungkan rekening, apalagi sebelum menikah karena banyak yang dapat terjadi dalam hubungan percintaan, termasuk risiko cerai sebelum menikah.
Jika sudah benar-benar menikah, barulah membicarakan tentang peluang penggabungan rekening.
"Untuk yang sudah menikah tetap tidak ada keharusan menggabungkan rekening. Yang ada adalah penggabungan tanggung jawab keuangan, tanggungan. Misalnya, biaya rumah tangga, cicilan KPR, cicilan kendaraan, dan pendidikan anak. Yang penting disesuaikan sesuai kesepakatan," ujarnya.
Pembagian tanggung jawab tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan dengan membagi-bagi tanggungan sehingga setiap bulan sudah ditetapkan masing-masing yang bertanggung jawab untuk membayar dan menyiapkan anggaran tertentu.
Dia mengatakan hal yang dapat dijadikan contoh adalah si suami membayar KPR, lalu istri yang membayar pendidikan anak dan keperluan rumah tangga setiap bulannya.
Jangan lupa juga bahwa tanggung jawab tersebut termasuk alokasi investasi yang harus dibicarakan dan dilakukan.
Terkait dengan kesepakatan, Eko menilai kesepakatan terkait dengan finansial dapat dilakukan ketika merancang pernikahan yang bentuknya dapat secara informal dan verbal, maupun secara legal.
Kesepakatan antar dua sejoli yang akan segera membangun rumah tangga itu dapat dilakukan secara sederhana dalam bentuk surat pernyataan bermaterai atau bahkan hingga membuat perjanjian pranikah yang dibuat di hadapan notaris.
Perjanjian pranikah, tutur Eko, juga sudah lumrah sekarang ini karena biasanya umur menikah sudah semakin larut, yaitu di umur 30-an ketika si calon pasangan hidup sudah memiliki harta sendiri yang kemungkinan lebih banyak daripada kita sendiri.
Eko mengingatkan, hal yang patut diterapkan adalah keterbukaan keuangan agar tidak terjadi hal-hal yang lucu di kemudian hari tetapi juga merugikan.
"Misalnya kita punya hutang besar, jangan ditutupi, atau punya asuransi dan investasi di tempat lain, ya minimal cerita ke pasangan, supaya kalau tiba-tiba kita meninggal maka asuransinya bisa diklaim atau investasinya bisa dimanfaatkan."
Jika tidak membuka seluruh kondisi keuangan, tuturnya, boleh saja tetapi dalam jumlah yang tidak besar dan sudah menunaikan seluruh tanggung jawab yang dibebankan supaya tetap melindungi kepercayaan pasangan.
Berikut poin-poin dari saran Eko:
Simak ulasan rekening setelah menikah dalam video berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(irv/hps) Next Article Wujudkan Pernikahan Idaman, Ini Cara Siapkan Tabungan Nikah
Oleh Karena itu, tidak sedikit individu yang sudah memiliki pilihan untuk berjuang demi kehidupan membina rumah tangga, yang dimulai dengan mengatasi ketakutan pada pernikahan itu.
Perjuangan demi perjuangan dilewati hingga mencapai meja KUA, dan tampakya akan segera berakhir ketika ijab kabul atau pemberkatan sudah terucap.
Kebutuhan dan tantangan datang satu per satu ke hadapan pasutri yang masih bau kencur tersebut, tak terkecuali masalah finansial yang kadang tidak terpikirkan sebelumnya.
Lalu muncul pertanyaan, apakah menggabungkan rekening salah satu yang harus dilakukan. Idealnya, menurut sejumlah kalangan, sebisa mungkin kontrol keuangan ada di satu tempat.
Nah, inilah yang jadi tantangan lain dari pernikahan. Sudah siapkah kita mengatur keuangan rumah tangga dan bagaimana caranya mengelola keuangan yang baik? Apakah penggabungan rekening solusi yang paling jitu?
Eko Endarto, perencana keuangan dari PT Finansia Consulting, mengatakan jangan terburu-buru menggabungkan rekening, apalagi sebelum menikah karena banyak yang dapat terjadi dalam hubungan percintaan, termasuk risiko cerai sebelum menikah.
Jika sudah benar-benar menikah, barulah membicarakan tentang peluang penggabungan rekening.
"Untuk yang sudah menikah tetap tidak ada keharusan menggabungkan rekening. Yang ada adalah penggabungan tanggung jawab keuangan, tanggungan. Misalnya, biaya rumah tangga, cicilan KPR, cicilan kendaraan, dan pendidikan anak. Yang penting disesuaikan sesuai kesepakatan," ujarnya.
Pembagian tanggung jawab tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan dengan membagi-bagi tanggungan sehingga setiap bulan sudah ditetapkan masing-masing yang bertanggung jawab untuk membayar dan menyiapkan anggaran tertentu.
Dia mengatakan hal yang dapat dijadikan contoh adalah si suami membayar KPR, lalu istri yang membayar pendidikan anak dan keperluan rumah tangga setiap bulannya.
Jangan lupa juga bahwa tanggung jawab tersebut termasuk alokasi investasi yang harus dibicarakan dan dilakukan.
Terkait dengan kesepakatan, Eko menilai kesepakatan terkait dengan finansial dapat dilakukan ketika merancang pernikahan yang bentuknya dapat secara informal dan verbal, maupun secara legal.
Kesepakatan antar dua sejoli yang akan segera membangun rumah tangga itu dapat dilakukan secara sederhana dalam bentuk surat pernyataan bermaterai atau bahkan hingga membuat perjanjian pranikah yang dibuat di hadapan notaris.
Perjanjian pranikah, tutur Eko, juga sudah lumrah sekarang ini karena biasanya umur menikah sudah semakin larut, yaitu di umur 30-an ketika si calon pasangan hidup sudah memiliki harta sendiri yang kemungkinan lebih banyak daripada kita sendiri.
Eko mengingatkan, hal yang patut diterapkan adalah keterbukaan keuangan agar tidak terjadi hal-hal yang lucu di kemudian hari tetapi juga merugikan.
"Misalnya kita punya hutang besar, jangan ditutupi, atau punya asuransi dan investasi di tempat lain, ya minimal cerita ke pasangan, supaya kalau tiba-tiba kita meninggal maka asuransinya bisa diklaim atau investasinya bisa dimanfaatkan."
Jika tidak membuka seluruh kondisi keuangan, tuturnya, boleh saja tetapi dalam jumlah yang tidak besar dan sudah menunaikan seluruh tanggung jawab yang dibebankan supaya tetap melindungi kepercayaan pasangan.
Berikut poin-poin dari saran Eko:
- Tidak harus rekening bersama, tergantung kesepakatan dua orang yang menikah itu.
- Kesepakatan bisa verbal tetapi juga bisa resmi menjadi perjanjian pranikah (surat pernyataan bermaterai), atau bahkan notaris.
- Jika tidak ingin rekeningnya digabung, tentukan kewajiban masing-masing suami dan istri.
- Boleh punya uang masing-masing (uang cowok, uang laki-laki, atau uang wanita, uang belanja perempuan), asalkan kewajiban sudah dituntaskan dan jumlahnya tidak besar.
Simak ulasan rekening setelah menikah dalam video berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(irv/hps) Next Article Wujudkan Pernikahan Idaman, Ini Cara Siapkan Tabungan Nikah
Most Popular