Ini Sosok Guru Spiritual Presiden RI, Ramalannya Terbukti Sakti
Jakarta, CNBC Indonesia - Peran guru dalam perjalanan hidup seseorang kerap sangat menentukan, baik guru formal, non-formal, maupun spiritual. Begitu pula bagi Presiden ke-2 RI Soeharto.
Di balik perjalanan kariernya yang penuh dinamika, ada sosok guru spiritual yang nasihatnya disebut ikut mengubah arah hidup sang jenderal. Bahkan, saking pentingnya sampai mendapat pengawalan ketat militer.Â
Sosok tersebut adalah Rama Diyat atau Raden Panji Soediyat Prawirokoesoemo Awalnya, Rama Diyat adalah kapten tentara yang ikut bertempur dalam Perang Kemerdekaan. Namun menurut Ahmad Moestahal dalam memoar berjudul Dari Gontor ke Pulau Buru: Memoar H. Achmadi Moestahal (2002), pada 1950 dia berhenti dari militer dan mulai mengajar ilmu kebatinan. Muridnya banyak, termasuk Soeharto.
Salah satu nasihat Rama Diyat yang paling berpengaruh terhadap karier Soeharto adalah soal masa depan karier. Pada pertengahan 1965, Soeharto sedang berada di titik terendah karier militernya. Dia merasa stagnan, kalah pamor dari teman-teman seangkatannya, dan tak memperoleh jabatan strategis. Bahkan, saat Konfrontasi Indonesia-Malaysia 1963, dia berada di bawah komando Omar Dhani, yang merupakan juniornya.
"Selain itu, dia juga merasa dikucilkan dari lingkaran dalam Ahmad Yani karena keterbatasan bahasa dan lebih tertutup," ungkap Jusuf Wanandi dalam Shades of Grey: A Political Memoir of Modern Indonesia (2012).
Dalam kondisi itu, Soeharto berniat mengundurkan diri dari dinas militer. Suratnya sudah ditulis, tetapi rencana itu diketahui oleh rekan sesama prajurit dan tangan kanannya, Soedjono Hoemardani. Soedjono segera meminta Soeharto membatalkan niat tersebut karena ingat pesan Rama Diyat.
"Rama Diyat pernah berpesan kepada Soedjono untuk menjaga Soeharto karena telah diramalkan bahwa suatu hari nanti dia akan menjadi orang besar," kata Sofjan.
Soeharto pun mengurungkan niatnya. Tak lama, meletus peristiwa G30S. Banyak perwira tinggi gugur, sementara Soeharto mengambil alih situasi dan kariernya melesat hingga dia menjadi Presiden RI ke-2.
Sejak saat itulah, Soeharto disebut menjadikan Rama Diyat sebagai guru spiritual dan diberi pangkat kehormatan.
"Romo P. Sudiat atau lebih sering disebut Romo Lengkung ini diangkat sebagai Spri (penasehat spiritual) dengan pangkat Brigjen Kehormatan," ungkap Moestahal.Â
Walau perannya besar, tak banyak catatan resmi tentang nasihat-nasihat Rama Diyat selama Soeharto memimpin. Satu hal yang pasti, menurut Ricklefs dalam buku Mengislamkan Jawa (2013), Rama Diyat menjadi guru spiritual Soeharto dan kerap memimpin ritual di tempat bernama Jambe Pitu di Gunung Selok, Pantai Selatan Jawa.Â
Meski begitu, Ricklefs tak bisa memastikan apakah Soeharto datang langsung ke upacara tersebut atau hanya mengutus orang. Namun statusnya sebagai penasihat spiritual negara membuatnya mendapat pengamanan ketat. Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto, yang pernah bertetangga dengan Rama Diyat pada 1970-an, menceritakan hal ini dalam memoar berjudul Menyongsong dan Tunaikan Tugas Negara Sampai Akhir, Sebuah Memoar (2007).
"Di Jalan Sriwijaya itu kami bertetangga dengan penasehat spiritual Presiden Soeharto, yakni Romo Diyat. Nyatanya di rumah Romo Diyat itu selalu ada kendaraan militer yang berada di situ, mungkin kendaraan pengawal," ujar Adi.
Kepercayaan Soeharto terhadap guru spiritual dan kebatinan sebenarnya sudah terjalin sejak masih berusia belasan tahun. Dalam autobiografi berjudul Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), pria kelahiran Yogyakarta itu bercerita pernah belajar langsung ke Kyai Darjatmo.
"Kyai Darjatmo dikenal suka mengobati orang sakit dan dipercaya orang banyak dalam hal meramal. [...] Dan saya tahu dari dekat bahwa memang banyak di antara mereka yang meminta tolong itu, kemudian sembuh setelah mengikuti petunjuk Pak Darjatmo," kenang Soeharto.
Kedekatannya dengan Darjatmo kemudian berlanjut hingga Soeharto menjadi tentara. Pada 1950-an, Soeharto mengaku masih sering menemui Darjatmo untuk berkonsultasi.Â
(mfa/mfa)