CNBC Insight

Kisah Petaka Petir Ganas Bertahun-tahun Makan Korban Tewas di Depok

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Sabtu, 22/11/2025 19:15 WIB
Foto: Getty Images/iiievgeniy
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia - Petir adalah salah satu ancaman alam yang harus diwaspadai setiap kali hujan turun. Sambaran listrik yang menyambar bumi bisa sangat mematikan jika mengenai manusia. Khusus di Depok, fenomena ini bahkan sudah menjadi cerita berulang sejak masa kolonial karena warganya berulangkali tewas karena petir.

Sumber-sumber surat kabar Belanda mencatat beberapa insiden tragis akibat petir di Depok. Salah satu yang paling dikenal terjadi pada Agustus 1933. Seorang warga bernama Felix Leander sedang bertandang ke rumah temannya pada Rabu sore sekitar pukul 5. Mereka mengobrol santai di sebuah tempat terbuka yang bentuknya seperti gubuk kecil. Pilihan tempat ini memang cocok untuk nongkrong, tetapi terbukti menjadi kesalahan fatal.

"Ketika sedang ngobrol, Felix tersambar petir dan tewas," tulis De Locomotief (21 Agustus 1933).


Kabar kematian Felix langsung menggemparkan karena usianya baru 30 tahun dan meninggalkan empat anak yang masih kecil. Berita tentang musibah ini ramai dimuat banyak koran pada zamannya.

Tragedi lain terjadi pada 1935. Seorang ayah, dua anaknya, dan dua keponakan sedang berjalan dari Citayam ke Citereup. Ketika melintas di Kampung Bojong, sambaran petir besar menghantam tanah.

"Seketika mereka langsung jatuh terhempas aliran listrik," lapor Soerabaijasch Handelsblad (31 Oktober 1935).

Dua anak kecil, Djilan dan Enthan, tewas seketika. Pakaian mereka terbakar dan tubuhnya dipenuhi luka bakar. Anggota rombongan lain selamat, tetapi mengalami syok berat hingga tak berani keluar rumah.

Musibah petir di Depok kemudian terus berulang. Dalam koran Bataviaasch Nieuwsblad (25 November 1940), misalnya, badai petir besar melanda kawasan itu selama satu jam penuh. Puluhan sambaran menghajar permukiman, merobohkan rumah, menerbangkan atap, serta membakar dan mematahkan pohon-pohon. Banyak juga hewan-hewan ternak yang tewas terkena aliran listrik. Pemiliknya pun menjerit karena kehilangan mata pencaharian.

Banyak orang mengira, kejadian petir disebabkan karena keputusan pemerintah memasang tiang-tiang listrik di seantero kota. Namun, perkiraan ini langsung dibantah. Pemerintah menyebut ini sebagai fenomena alan dan untuk mengantisipasi dipasang alat penangkal petir.

Namun upaya itu tak cukup efektif karena Depok terus menjadi daerah dengan sambaran petir tinggi. Tentu ini sejalan dengan makin banyaknya warga yang tersambar petir. Koran Bataviaasche Niewsblad (1 Januari 1941), misalnya, masih memberitakan warga Depok yang rumahnya hancur karena petir. Fenomena ini pula yang kemudian membuat beberapa wilayah di Depok mendapat nama seperti Pondok Petir dan Kampung Petir. Kini, kedua nama tersebut masih dipakai sebagai toponimi. 

Belakangan, penelitian masa kini memperkuat reputasi itu. Mengutip Detik.com, Depok dinobatkan sebagai kota dengan petir terganas pada 2023 oleh Guinness Book of World Records. Faktor utamanya adalah posisi topografi Depok yang berada di antara dataran tinggi dan dataran rendah. Kombinasi ini membuat pembentukan petir lebih intens dan lebih sering terjadi.


(mfa/mfa)