CNBC Insight

RI Sudah Bertekad Ubah Rp1.000 Jadi Rp1 Sejak 60 Tahun Lalu

MFakhriansyah,  CNBC Indonesia
07 November 2025 17:20
Presiden Soekarno. (Dok. ANRI)
Foto: Presiden Soekarno. (Dok. ANRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah bersiap melakukan redenominasi rupiah, yakni penyederhanaan nilai nominal tanpa mengubah daya beli uang. Jika rencana ini benar dijalankan, maka Rp1.000 akan menjadi Rp1.

Langkah besar ini sudah masuk dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025-2029, dan ditargetkan memiliki RUU Redenominasi yang rampung pada 2027 di bawah koordinasi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadhewa.

Meski terkesan baru, wacana redenominasi sejatinya bukan hal asing. Sekitar 60 tahun lalu, Indonesia pernah melakukan langkah serupa, sehingga kita bisa mengetahui situasi Indonesia jika redenominasi benar-benar terjadi. 

Wacana kebijakan redenominasi 1965 tak terlepas dari situasi krisis ekonomi.  Menurut buku Ekonomi Indonesia 1800-2010: Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan (2021), kala itu, antara 1960 hingga 1965, perekonomian nasional porak-poranda. Inflasi meroket hingga 635%, pertumbuhan ekonomi macet, dan harga kebutuhan pokok tak terkendali.

Dalam kondisi genting itu, Presiden Soekarno memberlakukan kebijakan darurat. Pada 13 Desember 1965, dia meneken Penetapan Presiden RI No. 27 Tahun 1965 tentang Pengeluaran Uang Baru dan Penarikan Uang Lama dari Peredaran.

Secara sederhana, kebijakan itu berupaya menyederhanakan nilai nominal tanpa mengubah daya beli uang, seperti pecahan Rp1.000 menjadi Rp1. Pemerintah menjamin proses penukaran lewat Bank Negara Indonesia (BNI) dan berharap redenominasi bisa menata kembali sistem pembayaran.

Pemerintah mengklaim upaya ini sebagai langkah untuk mewujudkan kesatuan moneter di seluruh wilayah Indonesia. Namun, dikutip dari koran Angkatan Bersenjata (15 Desember 1965), Dekan Fakultas Ekonomi UI, Widjojo Nitisastro, menyebut tujuan kebijakan ini hanyalah siasat pemerintah untuk menyesuaikan persediaan uang dengan kebutuhan pemerintah. 

Sayangnya, hasilnya tak sesuai harapan. Masyarakat bingung dan harga barang jadi simpang siur. Belum lagi, Indonesia yang luas membuat banyak daerah terlambat menyesuaikan diri. Selain itu, beredarnya dua jenis uang secara bersamaan, uang lama dan baru, membuat ekonomi makin tidak stabil.

Kekacauan itu diperparah oleh situasi politik pasca peristiwa G30S 1965, yang menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Itu semua membuat gelombang demonstrasi meluas pada awal 1966 dan akhirnya mengguncang posisi Soekarno di kursi kekuasaan.

Sampai akhirnya, tugas Soekarno sebagai Presiden RI mulai berkurang sejak 11 Maret 1966 dan wacana redenominasi pun hilang mengikuti jejak Soekarno.


(mfa) Next Article Tak Punya Uang, Pria di Jakarta Bunuh Istri yang Minta Baju Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular