CNBC Insight

Teror Harimau, Banteng Dilahap-Bocah Selamatkan Ayahnya yang Diterkam

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
18 October 2025 10:00
An officer of Forestry and Environment Ministry stands next to a truck carrying the carcass of a female Sumatran Tiger confiscated by the authorities from poachers, in Marindal, North Sumatra, Indonesia, Sunday, Aug. 27, 2017. The Sumatran tiger is the world's most critically endangered tiger subspecies with fewer than 400 remaining in the wild and may become extinct in the next decade due to poaching and habitat loss. (AP Photo/Binsar Bakkara)
Foto: AP/Binsar Bakkara
Naskah ini bagian dari CNBC Insight, menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, CNBC Indonesia - Entah apa penyebabnya, dalam sebulan terakhir harimau dan macan terlihat berkeliaran bebas di tengah keramaian. Pada awal Oktober, seekor macan tutul terperangkap di sebuah hotel di Kota Bandung. Terakhir pekan lalu, harimau terekam kamera memasuki kantor BRIN di Kabupaten Agam, Sumatra Barat.

Beruntung, tak ada korban jiwa dalam dua peristiwa itu.

Sebab di masa lalu, perjumpaan manusia dan hewan buas tersebut sering berakhir tragis. Salah satunya terjadi hampir dua abad silam di Besuki (kini Situbondo) pada Desember 1827, ketika seorang anak kecil berkelahi melawan harimau karena ayahnya nyaris tewas diterkam.

Ceritanya bermula ketika seorang bocah berusia 12 tahun bernama Keset sedang menggiring banteng milik ayahnya ke semak-semak. Seperti diceritakan harian Bataviasche Courant (15 Desember 1827), dia melakukan itu setiap hari dan biasanya melepas begitu saja banteng agar bisa mencari makan di padang liar. Namun, pagi itu berbeda. Saat matahari mulai meninggi, Keset menemukan pemandangan yang membuat darahnya membeku.

"Dia melihat banteng kesayangannya tergeletak mati atau sudah setengah dimakan di semak-semak," tulis Bataviasche Courant.

Sebagai keturunan Madura, Keset dan keluarganya menganggap banteng bukan sekadar ternak. Dia adalah simbol kebanggaan, keberanian, bahkan persahabatan. Melihat hewan itu mati dengan cara mengerikan, Keset langsung sadar. Hanya satu makhluk yang mampu melakukan itu, yakni harimau.

Dengan napas tersengal, dia berlari pulang sejauh beberapa kilometer untuk memberi tahu ayahnya berusia 60 tahun bernama Sakal. Tanpa berpikir panjang, Sakal bersama putra sulungnya segera berangkat ke tempat kejadian. Tapi begitu mereka mendekat, bencana benar-benar datang.

Seekor harimau besar muncul dari balik semak menerjang Sakal dengan kekuatan mengerikan. Dia terhempas ke tanah, lengannya diterkam. Dalam kondisi sekarat, sang ayah masih berusaha mencabut keris di pinggangnya, mencoba menusuk makhluk buas itu. Namun itu sia-sia sebab tenaganya telah nyaris habis.

Dari kejauhan, Keset menyaksikan pemandangan mengerikan itu. Ayahnya nyaris tercabik hidup-hidup. Dia menjerit, tapi jeritan tak mengubah apa pun. Maka dengan nekat, bocah itu mengangkat tombak, lalu berlari dan menikam dada harimau itu sekuat tenaga.

Hewan buas itu meraung keras, terhuyung, lalu ambruk tepat di samping tubuh Sakal. Harimau itu mati.

Meski tubuhnya babak belur, Sakal masih hidup. Dengan sisa tenaga, Keseet menyeret ayahnya pulang. Darah menetes di sepanjang jalan, tapi keluarga mereka menyambut dengan tangis dan sujud syukur.

Dokter Belanda dari Besuki kemudian datang merawat luka-luka Sakal. Menurut catatan Bataviasche Courant, sang ayah akhirnya selamat berkat keberanian seorang bocah kecil yang tak gentar menghadapi hewan paling menakutkan di pulau itu.

Kisah tersebut menunjukkan pertarungan antara manusia dan harimau yang sayangnya berdampak negatif. Konflik antara kedua makhluk hidup itu membuat ambisi manusia memburu harimau semakin besar. Dampaknya populasi harimau, khususnya harimau Jawa, menurun drastis. Pada 1940, diperkirakan hanya tersisa 200-300 ekor. Jumlah ini terus menyusut hingga harimau Jawa dinyatakan punah pada 1980-an.


(mfa/mfa)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular