CNBC Insight

Teror Serangan Nyamuk Ganas, 3.000 Orang Tewas-Kota Jadi Kuburan

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
20 August 2025 15:50
A worker fumigates a resident area to prevent the spread of the dengue fever and other mosquito-borne diseases in Kathmandu, Nepal September 5, 2019. REUTERS/Navesh Chitrakar
Foto: Ilustrasi Fogging (REUTERS/Navesh Chitrakar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Meski berukuran kecil, nyamuk terbukti menjadi salah satu hewan paling mematikan bagi manusia. Mengutip situs resmi World Mosquito Program, setiap tahun serangga ini menginfeksi sekitar 700 juta orang dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian.

Perubahan iklim, globalisasi, dan urbanisasi membuat populasi nyamuk berkembang cepat sehingga ancamannya terhadap manusia kian besar lewat berbagai penyakit. Atas dasar itu, setiap 20 Agustus dunia memperingati Hari Nyamuk Internasional.

Namun, persoalan nyamuk sejatinya bukanlah hal baru.

Sejak ratusan tahun lalu, serangga kecil ini sudah menjadi momok mematikan. Pada abad ke-18, di Jakarta (dulu Batavia), ribuan orang tewas akibat diserang nyamuk. Situasinya begitu parah hingga penduduk digambarkan seakan harus "berperang" melawan nyamuk demi bertahan hidup.

Bagaimana kisahnya?

Kesalahan Tata Ruang Kota

Sejak ditetapkan sebagai pusat kekuasaan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada 1621, Jakarta dirancang agar menyerupai kota-kota di Belanda. Tujuannya memberikan kenyamanan bagi orang Belanda yang tinggal di tanah jajahan.

Mulai 1700-an, VOC membangun kota dengan pola kanal seperti di Den Haag dan Amsterdam. Kanal-kanal ini berfungsi sebagai sarana transportasi. Sementara di sisinya berdiri rumah-rumah dan pepohonan rindang.

Pemandangan kota seperti ini kelak membuat para orang Belanda dan Eropa lain terpukau. Menurut Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007), mereka kemudian menyebut Jakarta sebagai Ratu dari Timur (Koningin van het Oosten). Saking indahnya. 

Namun, di balik keindahan itu tersimpan kesalahan fatal. VOC lupa Jakarta berada di wilayah tropis yang lembap dan rawan penyakit. Kanal-kanal justru menjadi tempat ideal perkembangbiakan nyamuk. Lebih parah lagi, buruknya sanitasi membuat limbah rumah tangga langsung dibuang ke kanal dan menciptakan bom waktu bagi kesehatan penduduk.

Akibatnya, wabah mematikan merebak. Menurut Susan Blackburn dalam Jakarta: Sejarah 400 Tahun (2011), penyakit itu terutama menyerang orang-orang Belanda dan Eropa tanpa pandang bulu. Mulai dari pedagang, pegawai, hingga pejabat tinggi. Sementara orang pribumi relatif lebih kebal.

Tahun 1733, tercatat 3.000 orang meninggal. Dalam kurun 1733-1738, 14 pejabat dan dua gubernur jenderal VOC turut menjadi korban. Kala itu, penyebab penyakit belum diketahui, begitu pula cara penyembuhannya. Situasi tragis ini bahkan dianggap lumrah. Blackburn menulis masyarakat Jakarta tak merasa terkejut bila mendengar kenalannya meninggal. 

Berubah jadi Kuburan

Wabah membuat Jakarta dijuluki "kuburan orang Eropa". Aktivitas ekonomi terhenti karena banyak pedagang enggan berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa. Tak sedikit dari mereka yang tewas hanya beberapa hari setelah tiba di Jakarta.

Menurut Blackburn, sebagian besar warga Eropa kala itu mengira penyebab penyakit adalah udara busuk, sehingga mereka menutup rapat jendela dan tirai rumah

Tekanan akibat wabah akhirnya memaksa VOC memindahkan pusat kekuasaan dan hunian dari kawasan Kota Tua ke wilayah yang lebih selatan, yakni Molenvliet (kini Jl. Gajah Mada), Weltevreden (Gambir), hingga Jatinegara. Kanal-kanal lama yang dianggap membawa penyakit kemudian ditimbun, dan kondisi kesehatan berangsur membaik.

Belakangan, ilmu pengetahuan mengungkap penyakit disebabkan oleh malaria yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Pola tata kota Jakarta yang dipenuhi kanal dan minim sanitasi menjadi pemicu utama penyebaran nyamuk dan penyakit tersebut.

Nyamuk Anopheles. (Dok. Pixabay)Foto: Nyamuk Anopheles. (Dok. Pixabay)
Nyamuk Anopheles. (Dok. Pixabay)
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.


(mfa/mfa) Next Article Tragedi Baju Lebaran Berakhir Pembunuhan, Heboh di Zaman Belanda

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular