Ramai Warga RI Sumbang Emas & Uang Demi Anggaran Bansos-Beli Pesawat

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah situasi sulit demi merealisasikan berbagai kebijakan, pemerintah Indonesia pernah menggalang dana publik, seperti yang terjadi pada era awal kemerdekaan tahun 1945.
Delapan puluh tahun lalu, sebagai negara yang baru berdiri, Indonesia membutuhkan dana besar untuk memperkuat kedaulatan dan menjalankan roda pemerintahan.
Atas dasar itulah, pada 21 Agustus 1945 (sebagian sumber menyebut 6 September 1945), pemerintah memperkenalkan Fonds Kemerdekaan Indonesia alias program penggalangan dana dari masyarakat. Sistemnya mirip dengan skema donasi publik masa kini.
Menurut Oey Beng To dalam buku Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia (1957), Fonds Kemerdekaan Indonesia dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dengan R. Soeharto sebagai bendahara. Dana inilah yang menjadi satu-satunya sumber pembiayaan negara dan perjuangan Indonesia saat itu.
Seperti sudah diduga, masyarakat di berbagai daerah tergerak untuk membantu pemerintah. Di Jakarta, misalnya, majalah Pantja Raja (15 Desember 1945) melaporkan kisah menyentuh.
Seorang perempuan menyumbangkan uang sebesar 30 gulden beserta sepucuk surat kepada pemerintah. Dalam surat itu, dia menyatakan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Indonesia. Namun yang mengejutkan uang tersebut berlumuran darah. Rupanya, itu adalah darah suaminya yang gugur ditembak tentara Belanda.
Dari Yogyakarta, harian Kedaulatan Rakjat (24 Desember 1945) mencatat, penggalangan dana dari berbagai kalangan masyarakat berhasil mengumpulkan sekitar 4 juta gulden. Sementara di Banyumas, para pengusaha Tionghoa turut menyumbangkan dana sebesar 400 ribu gulden
Lalu di Pati, buku Dunia Revolusi: Perspektif dan Dinamika Lokal pada Masa Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949 (2023) mengungkap, masyarakat setempat menyerahkan emas dan berlian senilai sekitar 2.000 gulden kepada Fonds Perjuangan.
Di Palembang, hal serupa juga terjadi. Dalam buku Kepialangan, Politik, dan Revolusi: Palembang, 1900-1950 (2003) disebutkan, tokoh militer A.K. Gani tercatat pernah menerima sumbangan uang ribuan gulden dari masyarakat untuk mendukung perjuangan.
Yang paling fantastis datang dari Aceh. Pada 1947, para pengusaha di sana berhasil mengumpulkan 50 kilogram emas untuk mendukung perjuangan kemerdekaan.
Semua dana dari masyarakat ditampung oleh Fonds Kemerdekaan Indonesia. Biasanya, selain untuk menunjang roda pemerintahan, dana tersebut digunakan guna keperluan perang dan bantuan sosial (bansos), seperti keperluan pembelian senjata, logistik tentara, dan pemberian kepada Palang Merah Indonesia (PMI).
Khusus sumbangan dari rakyat Aceh, pemerintah memakainya untuk membeli pesawat. Buku Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Republik (2010) menceritakan, terdapat dua pesawat hasil sumbangan emas rakyat Aceh.
Kedua pesawat itu lantas digunakan oleh Soekarno dan para pejabat tinggi negara untuk mengunjungi daerah dan berdiplomasi ke negara lain. Kini, pesawat sudah dimuseumkan di Taman Mini Indonesia Indonesia.
Operasional Fonds Kemerdekaan Indonesia sendiri berakhir pada 1949 seiring berhentinya Perang Revolusi Indonesia (1945-1949) dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Fonds Kemerdekaan Versi Jepang
Sebelum itu, cara serupa pernah dilakukan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Surat kabar Asia Raya (3 Februari 1945) memberitakan pemerintah Jepang memperkenalkan Fonds Perang dan Kemerdekaan sebagai bagian dari janji kemerdekaan bagi Indonesia.
Meski bersifat propaganda, upaya tersebut berhasil menggerakkan rakyat. Masyarakat Indonesia saat itu berbondong-bondong menyumbangkan uang, emas, dan berbagai perhiasan kepada pemerintah Jepang.
Sebagian besar dana yang terkumpul kala itu digunakan untuk mendukung proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sementara sisa dana sebesar dua juta gulden digunakan untuk membiayai berbagai keperluan negara pada masa awal kemerdekaan.
(mfa/mfa)