Berkat Belajar di RI, Sosok Ini Sukses Jadi PSK Terkaya di Eropa
Jakarta, CNBC Indonesia - Di kalangan miliarder dan pejabat Eropa, Margaretha Zella alias Mata Hari dikenal sebagai PSK dan sering mempertunjukkan tarian eksotis dan telanjang. Dari sini, dia mendapat keuntungan dan kaya raya, sehingga bisa menjalani hidup mewah. Dari pekerjaannya, dia tinggal di hotel mewah, hobi memakai pakaian mahal dan punya segudang perhiasan.
Bisa dikatakan, dia salah satu PSK terkaya di Eropa. Menariknya, ilmu dan keterampilan yang dia jajakan ternyata diperoleh saat dia belajar di Indonesia pada tahun 1890-an.
Sekitar tahun 1890-an, perempuan asal Belanda itu pergi ke Indonesia (dulu Hindia Belanda) karena ingin berkenalan dengan seorang tentara bernama Rudolf Macleod. Sebelumnya, Rudolf sengaja beriklan di koran Belanda untuk mencari istri.
Margaretha yang hidupnya luntang-lantung pasca keretakan hubungan orang tua akhirnya nekat pergi ke negara koloni tersebut. Dengan harapan bisa berkenalan dan menikah dengan Rudolf.
Sebagaimana dipaparkan Pat Shiman dalam Femme Fatale: Love, Lies And The Unknown Life Of Mata Hari (2007), sesampainya di Indonesia, harapannya terwujud. Pada 1895, Margaretha resmi dinikahi oleh Rudolf di Malang, Jawa Timur.
Berkat pernikahan, dia punya dua anak dan hidup bahagia. Sayang, kehidupan ini tak berlangsung lama. Diketahui, Rudolf adalah pria toxic. Dia sering mabuk, selingkuh dan sering KDRT. Alhasil, keduanya pun berpisah.
Usai cerai, Margaretha memilih hidup mandiri. Dia mendalami kesenian Jawa, seperti tari-tarian dan penggunaan kebaya. Dari sini, dia fasih menari Jawa dan berulangkali naik-turun panggung. Sejak 1897, publik mengenalnya dengan nama panggung Mata Hari.
Bermodalkan keterampilan menari, Margaretha pindah ke Paris pada 1905. Menurut catatan Shiman dalam Femme Fatale: Love, Lies And The Unknown Life Of Mata Hari (2007), hanya saja tarian yang dia bawakan tak lagi tari Jawa, melainkan bergaya erotis dan tari telanjang.
Gerak gemulai Margaretha yang dipelajari selama 10 tahunan di Jawa sukses membuat para pria membuka mata. Sejak saat itulah dia dikenal sebagai penari erotis dan sering dibayar mahal oleh para miliarder dan pejabat Eropa.
Berkat keuntungan ini, dia tinggal di hotel mewah, pakaian serba mahal, dan bisa punya banyak perhiasan. Kariernya makin meningkat saat Perang Dunia I (1914-1918) terjadi.
Menurut The Guardian, dia banyak disewa oleh para pejabat tinggi negara dan perwira militer dari berbagai negara. Selama konflik, dia bebas berpergian ke negara mana pun.
Sayang, di tengah kejayaan, Margaretha terkena sial. Pada suatu waktu di tahun 1917, dia ditangkap pemerintah Prancis yang menuduhnya sebagai mata-mata Jerman. Prancis percaya kedekatannya dengan para pejabat Jerman membuat informasi rahasia bocor. Ini membuat ribuan tentara tewas dalam pertempuran.
Pada 24 Juli 1917, Margaretha memulai persidangan pertamanya. Selama proses persidangan dia dipaksa mengaku sebagai mata-mata. Tak jarang dia mendapat siksaan agar buka suara.
Selama persidangan, Margaretha mengaku beberapa kali berinteraksi dengan para perwira Jerman. Namun, tak pernah membocorkan rahasia negara. Interaksi terjadi dalam konteks pekerjannya sebagai PSK.
Namun, hakim kemudian tetap memutusnya bersalah. Margaretha lantas dihukum mati pada 15 Oktober 1917. Sebelum dihukum mati, dia kembali menegaskan kalau bukan mata-mata dan hanya PSK.
"Saya pelacur dan mengakuinya. Mata-mata untuk Jerman? Saya tidak pernah!," katanya.
(mfa/wur)