
Brutal! Anak 12 Tahun Tewas Dipukuli Ayah yang Ngamuk Kalah Judi

Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Tahun 2025 ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengusung tema "Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju 2045."
Namun, sebelum mencetak anak-anak hebat, perlindungan terhadap mereka dari segala bentuk kekerasan harus menjadi prioritas. Sayangnya, kekerasan terhadap anak masih terus terjadi.
KemenPPPA mencatat sepanjang tahun 2024 terdapat 26.006 kasus kekerasan terhadap anak dengan beragam bentuk. Mirisnya, kekerasan terhadap anak sudah berlangsung lama. Sejak masa kolonial, anak-anak kerap menjadi korban penyiksaan.
Salah satu kasus paling tragis menimpa seorang anak berusia 12 tahun di Kuala Simpang, Aceh. Dia meregang nyawa di tangan ayah kandungnya sendiri yang ngamuk usai kalah berjudi.
Kalah Judi, Ngamuk
Pada akhir Februari 1932, Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dihebohkan oleh kasus kekerasan anak yang amat sadis di Kuala Simpang, Aceh. Sejumlah surat kabar kala itu menyebutnya sebagai salah satu kasus paling mengerikan yang pernah terjadi.
Koran de Sumatra Post (22 Februari 1932) mengungkap, insiden bermula dari permintaan sederhana seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang ingin dibelikan baju baru. Dia merasa iri setelah melihat teman-temannya tampil rapi dengan pakaian baru.
Namun, permintaan polos itu justru membangkitkan amarah sang ayah. Saat itu, emosinya sedang memuncak karena baru saja kalah berjudi dan kehilangan banyak uang.
Terlebih, situasi ekonomi memang sedang sulit imbas dampak krisis ekonomi global. Krisis ekonomi yang disebut Malaise itu membuat harga bahan pangan naik, pengangguran merebak, dan membuat angka kemiskinan meroket.
Dalam kondisi frustrasi dan tak mampu mengendalikan diri, dia langsung melampiaskan kekesalannya kepada sang anak dengan kekerasan brutal.
"Sang Ayah, yang telah menghabiskan uangnya bermain judi, menjadi marah dan menyerang anak laki-laki itu," ungkap de Sumatra Post.
Ibu korban sempat melihat kejadian tersebut dan berusaha menghentikan aksi suaminya. Dia tak terima anak mereka dipukuli begitu sadis. Namun, si ayah yang sudah gelap mata malah mengambil palu dan memukuli istrinya hingga tak sadarkan diri.
Amukan berlanjut. Sang anak yang ketakutan berteriak sejadi-jadinya. Bukannya tenang, sang ayah menyeret anak itu ke pohon karet dan mengikatnya. Untuk membungkam jeritannya, dia menyumpal mulut sang anak dengan rumput liar. Lalu mencoba menambahkan sapu tangan sebagai penahan.
Secara kebetulan, seorang warga desa mendengar jeritan dan meminta bantuan pertolongan kepada warga lain. Setelahnya, warga ramai-ramai menuju lokasi. Sayangnya, saat mereka tiba, bocah itu sudah dalam kondisi tak bernyawa, dengan tubuh penuh lebam bekas pukulan.
Ketika polisi datang, sang ayah masih berdiri di tempat kejadian sambil menggenggam senjata. Dia sempat melakukan perlawanan, tetapi menyerah setelah polisi mengancam dengan senjata api.
Jenazah anak malang itu langsung dibawa ke rumah sakit untuk diautopsi. Sementara ayahnya diamankan dan ditahan dalam perlindungan aparat. Koran Delftsche Courant (15 Mei 1932) memberitakan, sang ayah kemudian didakwa atas kasus kekerasan anak dan kekerasan dalam rumah tangga.
(mfa/mfa) Next Article Mahasiswa Bandung Viral, Kaya Mendadak Dalam Semalam
