CNBC Insight

Dulu Ramai Pejabat di Jawa Diam-Diam Lakukan Kumpul Kebo

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
22 July 2025 11:55
Ilustrasi mantan pacar (Freepik)
Foto: Ilustrasi mantan pacar (Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Riset mengungkap praktik kumpul kebo kian marak terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah timur. Fenomena ini muncul karena semakin banyak anak muda yang menganggap pernikahan terlalu normatif dan dipenuhi berbagai aturan. Sementara itu, kumpul kebo dipandang sebagai bentuk hubungan yang lebih murni dan tulus, tanpa keterikatan formal.

Kumpul kebo bukanlah fenomena baru di Indonesia. Praktik ini sudah lazim terjadi sejak masa kolonial, terutama di kalangan pejabat Belanda yang tinggal di Hindia Belanda. Kala itu, banyak pejabat tinggi dan warga Belanda yang menjalani hidup bersama perempuan lokal tanpa ikatan pernikahan resmi.

Pada masa itu, membawa istri dari Eropa ke Hindia Belanda adalah kemewahan. Sebab, biayanya mahal dan punya risiko tinggi. Akibatnya, kebutuhan "teman hidup" diperoleh dengan menjalin hubungan domestik dengan perempuan lokal, mayoritas dari kalangan budak.

Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750), salah satunya. Dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (2016) diceritakan, van Imhoff yang tercatat punya istri pernah menerima budak cantik dari Ratu Bone sebagai hadiah.

Budak itu dibaptis dengan nama Helena Pieters untuk tinggal di rumah bersama sebagai "teman hidup." Dari hubungan itu, mereka kemudian memiliki anak-anak.  

Contoh lain adalah Gubernur Jenderal VOC Reinier de Klerk (1777-1780). Saat tiba di Jawa, de Klerk hidup bersama budak perempuan. Dari hubungan ini keduanya punya banyak anak yang kemudian dikirim ke Belanda. 

Tak cuma Gubernur Jenderal, kalangan elit lain juga melakukan hal serupa. Penasihat Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816) dan anggota Dewan Hindia, yakni Herman Warner Muntinghe, tercatat tinggal bersama tiga budak perempuan meski telah beristri perempuan Indo-Belanda.

Raffles sendiri dikenal tak mempermasalahkan hubungan tak sah bawahannya dengan para budak. Atas dasar ini, di masa kekuasaannya, praktik kumpul kebo lazim dilakukan. 

Teman Raffles lain, yakni Alexander Hare, punya "teman hidup" perempuan dari berbagai wilayah. Dalam bukunya Raffles and the British Invasion of Java (2012), Tim Hannigan mencatat Hare memanfaatkan posisi dan kekuasaannya untuk mengeksploitasi perempuan lokal sebagai "teman hidup". 

Sebenarnya, tindakan para elit hanyalah puncak gunung es. Di level bawah, para pegawai, prajurit, hingga pedagang Eropa juga kerap menjalani kehidupan serupa, yakni tinggal bersama perempuan lokal tanpa ikatan nikah.

Masyarakat lantas menyebut praktik ini sebagai "kumpul Gerbouw". Dalam bahasa Belanda, Gerbouw berarti "bangunan" atau "rumah". Dengan demikian, sebutan itu dimaksudkan sebagai sindiran untuk mereka yang hidup berbagi atap.

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.

(wur)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular