Pemerintah Abai-Tak Larang Terbang, Pesawat Nyaris Jatuh di RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Dari balik kaca kokpit, Kapten penerbangan Singapore Airlines SQ 21A mengendalikan Boeing 747 dengan penuh keyakinan.
Malam itu, penerbangan dari Singapura menuju Sydney tampak berjalan mulus. Semua indikator normal. Cuaca di sepanjang rute juga diperkirakan cerah. Tak ada satu pun tanda bahaya. Di kabin belakang, 230 penumpang langsung tertidur lelap.
Namun, di bawah rute yang dilintasi pesawat pada Rabu malam, 14 Juli 1982, Gunung Galunggung di Tasikmalaya meletus. Tepat pada 19.40 WIB, abu vulkanik tersebar ke udara dan menjangkau ribuan kaki ke atmosfer.
Bagi pesawat, abu vulkanik sangat berbahaya karena tak bisa dideteksi radar. Tanpa mengetahui kondisi ini, pesawat terus melaju di ketinggian 35 ribu kaki.
Hingga akhirnya, saat di langit Jawa Barat, dua dari empat mesin pesawat mendadak mati. Peringatan darurat menyala. Alarm berbunyi nyaring. Pesawat berguncang keras dan kehilangan daya dorong.
Dalam situasi darurat tanpa kepastian penyebab, sang kapten bersama kopilot segera menurunkan ketinggian dan mengalihkan arah menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Mereka bertahan dengan dua mesin tersisa.
"Akhirnya, pesawat mendarat darurat sekitar pukul 23.00 WIB di lapangan terbang Halim, Jakarta," tulis Harian Angkatan Bersenjata edisi 15 Juli 1982.
Namun insiden tersebut ternyata bukan yang pertama akibat letusan Galunggung. Malah, peristiwa yang menimpa Singapore Airlines itu terjadi setelah serangkaian letusan yang telah berlangsung sejak April.
Pada 5 April dan 5 Mei 1982, gunung yang sama tercatat sudah meletus. Kemudian, pada 24 Juni 1982, letusan lain kembali terjadi hingga dan memicu kejadian dramatis lainnya di udara.
Kala itu, Kapten Eric Moody dari British Airways sedang menerbangkan Boeing 747 dari Perth ke Kuala Lumpur. Tanpa informasi tentang letusan terbaru Galunggung, pesawat tetap melaju di ketinggian 37 ribu kaki. Tiba-tiba, abu vulkanik menyelimuti seluruh badan pesawat.
Keempat mesin mati seketika, disertai ledakan dan semburan api. Daya dorong pesawat lenyap sepenuhnya.
"Kami punya masalah kecil. Keempat mesin mati. Kami sedang mencoba menyalakannya kembali. Saya harap Anda tidak terlalu cemas," ujar Moody dalam pengumuman tenangnya kepada penumpang, seperti dikutip dari The Squirrels.
Pesawat segera terjun bebas hingga ketinggian 12 ribu kaki. Masker oksigen jatuh dari langit-langit kabin. Moody mengalihkan jalur menuju Halim dan terus mencoba menyalakan kembali mesin dalam perjalanan penuh ketegangan itu.
Hingga akhirnya, dua mesin kembali hidup beberapa saat sebelum mendarat. Pesawat berhasil mendarat selamat di Halim sekitar pukul 22.00 WIB. Sebanyak 263 penumpang selamat.
Pemerintah Abai, Tak Buat Larangan Terbang
Dua peristiwa penerbangan yang terjadi dalam waktu berdekatan disebabkan oleh penyebab sama, yakni erupsi Gunung Galunggung yang mencapai puncaknya pada bulan ini 43 tahun lalu.
Gunung Galunggung pertama kali meletus pada 5 April 1982. Dalam pewartaan koran Merdeka (8 April 1982), Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, mengungkap letusan terjadi karena ada sumbatan pada kawah gunung. Sumbatan sebesar 8,6 juta meter kubik itu memicu tekanan dan letusan besar.
Dampak letusan terasa di hampir seluruh Jawa Barat. Di Tasikmalaya, harian Merdeka (23 Agustus 1982) mengungkap, setiap hari dihujani pasir, kerikil, hingga bebatuan. Begitu juga di Bandung dan Garut. Harian Suara Karya (26 Juni 1982) mengungkap, kedua kota itu dilanda hujan abu dan kerikil yang cukup intens.
Meski dampaknya sudah terasa, pemerintah ternyata tidak membuat larangan terbang. Atas dasar inilah, pesawat raksasa dari Singapore Airlines dan British Airways menganggap rute penerbangan aman. Padahal, ada letusan gunung yang membuat mereka nyaris terjatuh.
Sebelumnya, pemerintah sendiri mengakui salah prediksi ihwal Galunggung. Mereka mengira Galunggung tak akan bisa meletus kembali, sehingga mitigasi pun minim.
Pemerintah baru mengeluarkan larangan terbang seminggu setelahnya. Menurut harian Angkatan Bersenjata (21 Juli 1982), pemerintah meminta maskapai agar mengubah rute menjauhi Gunung Galunggung. Ini dilakukan agar tidak ada lagi kejadian pesawat nyaris jatuh seperti dua pesawat asing itu.
Zona larangan terbang baru berakhir ketika Galunggung kembali tertidur pada 8 Januari 1983. Setelahnya, pesawat kembali diperbolehkan melewati langit Jawa Barat sampai sekarang.
(mfa/mfa)