Kapten Salah Kira Kebakaran, Kapal Pesiar Raksasa Meledak-Tenggelam

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah samudra yang luas, kapal megah bernama Prinsendam memulai pelayaran perdananya pada Juli 1972, tepat 53 tahun lalu di bulan ini.
Dengan panjang 200 meter dan kapasitas hingga 500 penumpang, kapal ini menjadi simbol kemewahan dan gaya hidup baru. Sejak awal, kapal yang dioperasikan oleh Holland America Line ini memang dirancang bukan untuk semua orang.
Target utamanya adalah kalangan miliarder dan sosialita dari berbagai penjuru dunia, terutama Asia, yang ekonominya mulai menggeliat. Prinsendam menawarkan pengalaman eksklusif. Mulai dari restoran mewah, pertunjukan di atas kapal, hingga kabin elegan bak hotel bintang lima.
Namun kemewahan bukan satu-satunya daya tariknya. Prinsendam juga dibangun dengan standar keselamatan tinggi. Kapal ini dirancang tahan menghadapi cuaca ekstrem dan gelombang besar di lautan terbuka.
Struktur lambungnya diperkuat, sistem navigasi cukup modern untuk zamannya, dan protokol keamanannya dirancang agar tetap stabil bahkan dalam kondisi darurat. Prinsendam bukan hanya mewah, tapi juga tangguh.
Di Indonesia, gaung kemewahan Prinsendam sempat mampir. Menurut laporan Sinar Harapan (24 September 1978), kapal ini menawarkan pelayaran dari Singapura, Penang, Nias, lalu lanjut ke Indonesia Timur dalam rentang 5-9 hari.
Selama enam bulan pelayaran di perairan Indonesia, tiket harga selangit Prinsendam selalu ludes. Begitu pula tiket internasional yang membawa penumpang dari Indonesia menuju Amerika Serikat. Tentu, semua itu datang dengan harga yang tidak murah. Sekitar US$ 3-6 ribu.
Namun, sekuat apa pun kapal dirancang, bencana tetap tak bisa ditebak. Pada 4 Oktober 1980, hanya delapan tahun sejak pelayaran perdananya, Prinsendam mengalami insiden tragis di perairan Alaska, Amerika Serikat.
Kala itu, sebagian besar penumpang dan awak kapal tengah terlelap. Tiba-tiba, tepat pukul 1 dini hari, alarm tanda bahaya berbunyi nyaring, disertai pengumuman telah terjadi kebakaran di ruang mesin.
Salah satu awak kapal yang diwawancarai majalah Intisari (Desember 1989) mengenang, suasana sempat terkendali karena kapten kapal mengumumkan api telah berhasil dipadamkan.
Namun, saat penumpang sudah kembali ke tempat masing-masing, sang kapten ternyata keliru.
Menurut laporan United States Coast Guard, api kembali muncul dari ruang mesin dan disusul ledakan hebat. Asap hitam dengan cepat memenuhi lorong-lorong kapal. Seketika suasana pun langsung mencekam.
Beruntung, sebuah kapal tanker yang berada tak jauh dari lokasi langsung merespons panggilan darurat. Melalui sekoci, satu per satu penumpang dievakuasi ke kapal tanker tersebut.
Proses evakuasi berlangsung dramatis selama hampir 10 jam di tengah suhu dingin dan kondisi laut yang tidak bersahabat. Insiden ini bahkan tercatat sebagai salah satu operasi evakuasi bencana non-alam terbesar di abad ke-20.
Meski dramatis, untungnya seluruh penumpang dan awak kapal berhasil diselamatkan. Dan tak lama kemudian Prinsendam tenggelam perlahan ke dasar laut Teluk Alaska bersama uang US$ 60 ribu atau sekitar Rp10 M.
Diduga Akibat Kutukan?
Meski penyebab kebakaran sudah dijelaskan secara teknis, berbagai spekulasi liar sempat mencuat. Beberapa pihak percaya, tenggelamnya Prinsendam bukan semata karena kegagalan teknis, melainkan akibat "kutukan".
Menurut laporan Suara Merdeka (9 November 1980), enam bulan sebelum insiden, pada April 1980, sang kapten mendapat kabar ada penumpang meninggal karena sakit. Kapten kemudian memerintahkan agar jenazahnya dibuang ke laut sebab jika dibawa ke daratan akan terlalu lama.
Namun, tindakan itu dianggap melanggar tradisi laut yang oleh sebagian pelaut diyakini sebagai pamali atau pantangan. Seharusnya, kapten membawanya ke daratan. Jika tetap membuang ke laut, maka kapten harus membawa kapal mengitari lokasi pembuangan selama tiga kali.
Seorang awak mengklaim, perairan tempat jenazah dibuang adalah lokasi yang sama dengan tempat kebakaran terjadi enam bulan kemudian.
"Percaya atau tidak, setengah tahun kemudian sehabis Prinsendam menyelesaikan tugas di Alaska, terjadi musibah kebakaran di lokasi perairan di tempat yang sama dengan pembuangan mayat setengah tahun lalu," tulis Suara Merdeka.
Menariknya, ketika Prinsendam berada di Indonesia, awak kapal bahkan sempat mengikuti adat lokal. Perwakilan mereka diketahui datang ke Keraton Yogyakarta untuk mengadakan ritual keselamatan laut serta meminta restu dari penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, agar pelayaran di wilayah Indonesia berlangsung aman.
Terlepas dari spekulasi dan kepercayaan, penyebab logis tenggelamnya Prinsendam tetap merujuk pada kebakaran hebat dan kelalaian dalam penanganan awal oleh kapten kapal.
(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]