Kisah Eli Cohen

Miliarder Suriah Pro-Israel, Bocorkan Rahasia Militer Agar Arab Kalah

MFA, CNBC Indonesia
28 June 2025 12:00
This picture taken on January 25, 2000 shows a close-up of a postage stamp commemorating Israeli spy Eli Cohen, who was executed by Syria in Damascus in 1965. Israel's Prime Minister Benjamin Netanyahu on March 9, 2021 said he was working to repatriate the remains the Israeli agent executed in 1965 after working deep undercover in Syria. The comment comes after the Britain-based Syrian Observatory for Human Rights war monitor said that Russian forces had been searching the Yarmuk Palestinian refugee camp in southern Damascus for the remains of Cohen and two Israeli soldiers. (Photo by MENAHEM KAHANA / AFP)
Foto: Agen Mossad Eli Cohen (AFP/MENAHEM KAHANA)

Jakarta,CNBC Indonesia - Dalam sejarah panjang konflik Arab-Israel, kekalahan negara-negara Arab kerap dianggap sebagai hasil kekuatan militer Israel. Namun, sejarah mencatat, kemenangan bukan karena senjata dan strategi,  tapi juga permainan intelijen yang luar biasa halus dan mematikan.

Salah satu aktor intelijen paling berbahaya dan misterius itu adalah Eli Cohen, seorang agen Mossad yang menyamar sebagai miliarder Suriah bernama Kamel Amin Thaabet.

Lewat penyamarannya, Cohen membocorkan rahasia militer Suriah dan membuat negara-negara Arab selalu satu langkah di belakang Israel.

Hancurkan Arab dari Dalam

Eli Cohen adalah pria kelahiran Mesir. Pada 1954 dia direkrut menjadi agen intelijen Mossad dan bermukim selamanya di Israel. Saat menjadi intel, Cohen ditugaskan menyusup ke Suriah dengan identitas palsu sebagai pengusaha tekstil bernama Kamel Amin Thaabet. 

Dalam skenario penyamarannya, Kamel dikisahkan sebagai pria kelahiran Suriah yang pindah ke Argentina pada 1949 bersama keluarganya. Di sana dia membangun bisnis tekstil, sebelum akhirnya memutuskan pulang kampung ke Suriah demi membangun tanah airnya.

Melalui skema ini, Mossad memerintahkan Kamel untuk menjalin koneksi dengan tokoh-tokoh elite Suriah, terutama yang berkuasa dalam militer. Tujuannya agar Israel mengetahui rencana musuh.

Pada 1960, dimulailah misi besar Cohen. Langkah pertamanya adalah membangun kedekatan dengan Jenderal Amin al-Hafez, atase militer Suriah di Argentina. Kepada sang jenderal, Kamel menyatakan niatnya untuk kembali ke Suriah sebagai pengusaha yang ingin membantu negeri yang porak-poranda akibat korupsi dan konflik.

Dalam buku Our Man in Damascus, Elie Cohn (1971) diceritakan, al-Hafez dengan cepat tersentuh niat Kamel. Maka, dia pun mengantarkan sang pengusaha ke Damaskus, Suriah, dan memperkenalkannya kepada elite politik dan militer. 

Hubungan yang awalnya terbatas mulai meluas. Dalam waktu singkat, Kamel menjadi salah satu tokoh bisnis paling berpengaruh di Suriah. Salah satu cara Kamel memperoleh informasi dengan memanfaatkan kebiasaan para pejabat.

Menurut Samantha Wilson dalam bukunya Israel (2011), kehidupan elite Suriah kala itu lekat dengan pesta dan hura-hura. Di sanalah informasi-informasi sensitif kerap bocor, terutama saat para pejabat tengah mabuk dan bersenang-senang.

Atas dasar ini, Kamel rutin mengadakan pesta, menjamu para pejabat tinggi, dan diam-diam menyerap informasi rahasia. Kepercayaan terhadap Kamel semakin besar. Bahkan saat al-Hafez menjadi Presiden Suriah pada 1963, dia tak ragu mengajak pengusaha ini mengunjungi lokasi-lokasi militer strategis. 

Dari sinilah Kamel mendapatkan detail jumlah pasukan, rencana pertahanan, serta posisi alutsista Suriah. Semua informasi itu dia kirimkan diam-diam ke Israel melalui kode morse di malam hari.

Selama lebih dari tiga tahun, Cohen menjadi aset paling berharga Israel. Bahkan dia nyaris menjadi Wakil Menteri Pertahanan Suriah berkat kepercayaan penuh dari Presiden al-Hafez. Semua terjadi tanpa seorang pun tahu kalau Kamel adalah pendukung dan mata-mata Israel.

Namun, sebelum sempat dilantik, dia melakukan kesalahan fatal.

Pada malam hari di tahun 1965, Kamel sedang mengirim informasi rahasia. Sialnya, dia ketahuan militer Suriah yang sudah lama mencurigai kehadiran mata-mata. Dari sinilah semua terkejut. Ternyata, pengusaha ternama dan calon Wakil Menteri Pertahanan, yakni Kamel Thaabat, adalah pendukung dan mata-mata Israel. 

Presiden al-Hafez merasa dikhianati berat. Cohen disiksa secara brutal selama berhari-hari. Para pejabat yang dekat dengannya pun ikut ditangkap karena dianggap mencoreng martabat negara.

Pada 18 Mei 1965, Eli Cohen alias Kamel Amin Thaabet dihukum gantung di depan umum. Jenazahnya tak pernah dipulangkan ke Israel. Namun, informasi yang dia bocorkan telanjur berdampak besar.

Dua tahun kemudian, saat Perang Enam Hari meletus pada 1967, Israel unggul secara taktis dan strategis, sebagian besar karena data intelijen yang dikumpulkan Cohen saat menyamar di jantung kekuasaan Suriah.

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini dengan relevansinnya pada masa lalu.


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular