CNBC Insight

Fenomena Tuyul Sempat Bikin Heboh Koran di RI, Ilmuwan Bilang Begini

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Senin, 20/05/2024 10:10 WIB
Foto: Ilustrasi tuyul. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua orang berkelahi perkara tuduh-menuduh pelihara tuyul bukan cerita fiktif, tapi pernah terjadi pada awal Januari 1977 di Solo. Kala itu, keributan terjadi antara Ibu Rokayah dengan Ibu Wignyo, penduduk kampung Tegalrejo, Solo.

Secara kronologis, keributan ini bermula dari laporan Rokayah, seorang pedagang dan pemilik kios, yang sering kehilangan uang. Dia mengeluhkan kalau setiap malam uang yang disimpan terus berkurang, padahal tak ada tanda-tanda orang masuk ke dalam kios selain Rokayah sendiri.

"Malamnya disimpan Rp15.000, pagi tinggal Rp13.000. Malam berikutnya Rp20.000, pagi berikutnya tinggal Rp15.000. Begitu seterusnya," tulis surat kabar Barata Minggu (edisi Januari 1977).


Situasi ini membuat Rokayah berpikir ke arah mistis, apalagi, banyak orang-orang yang menyebut ada keterlibatan tuyul di kejadian tersebut. Pasalnya, bagi orang Jawa, tuyul dikenal sebagai makhluk halus yang suka mencuri uang.

Awalnya, Rokayah tak percaya. Namun, lama kelamaan dia jengkel juga dan ingin mencari tahu sendiri penyebabnya.

Caranya dengan berdoa dan berpuasa. Selama tiga hari tanpa henti, Rokayah terus berpuasa dan berbuka hanya air putih. Selanjutnya dia mengucapkan berbagai macam doa di malam hari. Hingga akhirnya, cara tersebut membuahkan hasil.

"Tiba-tiba dia terkejut karena pada malam itu dilihatnya dua makhluk aneh masuk ke dalam kiosnya. Makhluk itu sebesar bayi dengan lincahnya masuk ke dalam kios lewat lubang kunci. Kemudian, langsung menuju ke sebuah laci tempat menyimpan uang. Yang satu berada di bawah meja, yang satu lagi masuk ke dalam laci beroperasi," tulis Barata Minggu.

Makhluk itu rupanya tuyul. Tanpa berpikir panjang, Rokayah langsung menangkap tuyul-tuyul itu dengan tangan kiri.

Lalu, perempuan itu langsung memukul tuyul tersebut dan menanyakan siapa pemiliknya. Akan tetapi, Rokayah kaget saat mengetahui bos tuyul tersebut. Ternyata pemiliknya adalah Ibu Wignyo, tetangganya sendiri. Hingga akhirnya, saat tiba esok hari, keributan pun terjadi.

Dalam laporan Barata Minggu, ibu Wignyo rupanya melabrak ibu Rokayah sambil marah-marah. Dia tidak terima kalau Rokayah memergoki aksinya dan menyakit tuyul-tuyulnya, suatu reaksi yang menegaskan bahwa dirinya pemelihara tuyul. 

Meski begitu, Rokayah tetap tak merasa bersalah. Toh, faktanya dia korban karena uangnya telah dicuri.Setelahnya, tidak diketahui lagi kelanjutan kasus pencurian ini. Namun, satu hal yang pasti bahwa kejadian tersebut sempat membuat heboh kota Solo dan jadi sorotan media lokal.

Dari kasus ini pula, warga Solo jadi mengetahui cara menangkap tuyul ala Ibu Rokayah seperti berpuasa dan berbuka hanya dengan air putih.

Benarkah Tuyul Ada?

Permasalahan di atas seringkali menjadi kelaziman dalam masyarakat Jawa. Antropolog AS, Clifford Geertz dalam Agama Jawa (2013) juga menyoroti fenomena kegiatan masyarakat Jawa yang dipercaya memelihara tuyul. Bahkan, dia secara spesifik menjelaskan ada beberapa ciri orang pemelihara tuyul, seperti kaya raya mendadak, kikir, sering memakai pakaian bekas, hingga selalu menyantap makanan orang tak mampu. 

Narasi tuyul dalam alam pikir masyarakat sebenarnya tercipta dari kecemburuan sosial-ekonomi. Ini bermula saat liberalisasi ekonomi terjadi di Hindia Belanda yang membuat banyak orang kaya mendadak.

Bertambahnya harta seseorang membuat para petani iri. Sebab, mereka berpandangan kalau pemupukan kekayaan adalah proses yang terbuka. Alhasil, para petani memandang kekayaan itu berkat pencurian melibatkan makhluk supranatural dan kasat mata.

Jadi, para petani yang iri selalu menuduh orang kaya baru menggunakan cara haram dalam memperoleh kekayaan.

Akibat tuduhan ini, tulis Ong Hok Ham dalam buku lain berjudul Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002), membuat pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status di masyarakat. Mereka dianggap "hina" karena memupuk kekayaan dari cara haram yakni bersekutu dengan setan. Padahal ini semua terjadi akibat perubahan kebijakan kolonial Belanda yang membuat pengusaha tertimpa durian runtuh.


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global