
Produk Ini Populer di Warga RI, Ternyata Diciptakan Keluarga Yahudi

Jakarta, CNBC Indonesia - Blue Band adalah salah satu merek mentega paling populer di telinga warga Indonesia. Mentega Blue Band selalu jadi pelengkap berbagai jenis masakan di Indonesia.
Namun, belum banyak orang tahu sejarah Blue Band sebelum jadi penguasa pasar Indonesia. Ternyata Blue Band pertama kali dirintis oleh keluarga Yahudi dan awalnya hanya dipasarkan untuk orang Yahudi.
Bagaimana ceritanya?
Keberadaan Blue Band terkait dengan sosok Simon van den Bergh, pria Yahudi asal Belanda. Simon menjual margarin pada 1886 yang sebenarnya melanjutkan bisnis margarin mendiang Sang Ayah.
Pada awalnya, Simon tak menjajakan margarin kepada khalayak luas. Dia hanya membuat dan menjualnya ke komunitas Yahudi di Belanda. Alasan komunitas Yahudi menyukai produk margarin Simon karena dibuat berdasarkan bahan-bahan yang menurut kaum Yahudi sesuai dengan kaidah keagamaan.
Seiring waktu, margarin yang kemudian diberi merek Vitello itu tak hanya diperuntukkan untuk komunitas Yahudi saja. Tapi, sudah mulai dikonsumsi masyarakat luas. Dia hanya punya pesaing dari margarin merek Stork.
Namun, Vitello punya kualitas paling bagus dibanding Stork. Simon sangat mengawasi setiap tahan dalam memproduksi margarin. Alhasil, Vitello pun dalam sekejap menjadi produk populer di Belanda. Kondisi ini terus berlangsung hingga Simon wafat pada 1907.
Setelahnya, Vitello diteruskan oleh anak-anak Simon. Di tangan pewaris, Vitello berubah nama menjadi Blue Band. Perubahan nama ini dibarengi pula oleh meluasnya pasar. Tak lagi hanya berada di Belanda, Blue Band mulai merambah pasar Inggris. Di sana dia bertemu lagi dengan Stork dan terjadilah persaingan.
"Kemana pun Jurgens pergi dengan margarin Stork Brand, Van den Bergh pasti mengikuti dengan Blue Band. Kemanapun Blue Band pergi, Stork pasti akan mengikuti iklan, kampanye, dan pemotongan harga," tulis Ourselves as Others See Us (1948).
Di Inggris, kejayaan Blue Band makin tidak terbendung. Kemudian, Blue Band bergabung dengan Stork membentuk persatuan perusahaan bernama Margarine Unie. Singkat cerita, Margarine Unie ini mengajak lagi perusahaan margarin lain dari Inggris, yakni Lever Brother. Penyatuan seluruh perusahaan margarin ini melahirkan perusahaan besar bernama Unilever pada 1930.
Di Indonesia, Blue Band dibawa masuk oleh Unilever pada 1934. Keberadaan Blue Band di Tanah Air diawasi langsung oleh anak pendiri Blue Band, yakni Sidney van den Bergh. Bisuk Siahaan dalam Industrialisasi Di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan Sampai Banting Stir (1996) menyebut, Sidney percaya Blue Band bakal merajai pasar Indonesia.
Pasalnya, orang Belanda dan Yahudi yang tinggal di Indonesia punya ketergantungan besar terhadap margarin. Pada akhirnya, kepercayaan Sidney itu terbukti. Bahkan, konsumen Blue Band tak hanya dua kelompok tersebut, tetapi juga warga asli Indonesia. Alhasil, sampai Indonesia merdeka, Blue Band masih tetap eksis.
Iklan-iklannya makin lama makin menghiasi media massa. Masyarakat Indonesia pun makin menyukai produk margarin itu. Bahkan, Blue Band sudah menjadi kata ganti warga RI untuk menyebut margarin atau mentega. Sampai sekarang, Blue Band jadi merek papan atas di industri margarin dan mentega.
(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Farmasi RI Ini Ternyata Kurang Senang Minum Obat