3 Abad Tanah Abang, Dulu Serba Ramai Kini Sepi 'Bak Kuburan'

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
21 September 2023 12:55
Foto Kombinasi Pasar Tn Abang (CNBC Indonesia)
Foto: Foto Kombinasi Pasar Tn Abang (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi Pasar Tanah Abang akhir-akhir ini mengalami perubahan. Dari yang sebelumnya selalu ramai, kini menjadi kosong-melompong. Tak ada lagi pengunjung berdesakan sembari menenteng plastik belanjaan. 

Dalam pewartaan Martyasari Rizky (20/9/2023), hal ini terjadi karena para pedagang kios kalah bersaing dengan orang-orang yang menjajakan barang via live shopping di toko online. Mereka yang aktif di jagat e-commerce menawarkan barang di bawah harga rata-rata seharusnya. Akibatnya, omzet pedagang di pasar pun semakin turun.

"Jadi seharusnya kan kalau dia memang mau live juga, ya modalnya Rp50.000. Nah itu dia jual Rp53.000 lah biar kita masih ada sisa untuk dijual kembali. Tapi ini mereka tidak begitu, mereka jualnya langsung Rp50.000. Otomatis kita yang di bawah hancur nggak bisa menjual. Jadi orang tertarik langsung beli ke dia," kata salah satu pedagang, Niken, kepada CNBC Indonesia (20/9/2023).

Tentu, perubahan situasi ini menjadi tragis dan ironis. Sebab, keramaian adalah kondisi yang umum terjadi di Pasar Tanah Abang sejak berdiri pada 1735 atau 288 tahun lalu. 

Apabila mengacu pada sejarahnya, pendirian Pasar Tanah Abang tak terlepas dari sosok pejabat VOC kaya-raya, Justinus Vinck.

Cerita bermula ketika Vinck, yang memiliki dua bidang tanah di Batavia, ingin mengubah asetnya itu menjadi produktif. Caranya dengan menjadikannya pasar.

Alhasil, kedua tanah itu diubah fungsi menjadi Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Menurut Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi (2004), kedua pasar itu diresmikan pada 31 Agustus 1735.

Penamaan nama pasar disesuaikan pada realitas saat itu. Sesuai namanya, penamaan Pasar Senen didasarkan pada jadwal buka pasar yang hanya di hari Senin. Sedangkan, Tanah Abang merupakan bahasa Jawa yang berarti Tanah Merah, merujuk warna tanah di kawasan itu. 

Meski ibarat saudara kembar, kedua pasar itu memiliki fungsi berbeda. Pasar Senen menjual sayuran serta kebutuhan pokok. Sedangkan Tanah Abang diperuntukkan menjual tekstil dan kelontong. 

Awalnya pasar ini sepi. Seluruh lapak pun hanya berdinding anyaman bambu. Namun, seiring bertambahnya perkampungan di sekitar pasar dan hadirnya jalan penghubung, kedua pasar berkembang pesat. Hingga akhirnya, keduanya menjadi pusat niaga tersendiri. 

Meski begitu, keramaian Pasar Tanah Abang rupanya tak abadi.  

"Lima tahun setelah berdiri, Pasar Tanah Abang terkena bencana, porak-poranda dan terbakar ludes. Penyebabnya karena ada serangan pasungan VOC terhadap orang-orang China yang berjualan dan bermukim di sekitar Pasar Tanah Abang," tulis Abdul Chaer dalam bukunya berjudul Tenabang Tempo Doeloe (2017).

Sejak kejadian itu diketahui Pasar Tanah Abang lumpuh total. Barulah memasuki tahun 1800-an, pasar itu mulai dibangun kembali, meski pembangunan bersifat seadanya karena bangunan tidak permanen.

Dalam Pasar Tanah Abang 250 Tahun (1982) titik balik Pasar Tanah Abang baru terjadi di tahun 1900-an. Pemerintah kolonial mulai sadar potensi besarnya perputaran uang di Pasar Tanah Abang. Alhasil, pemerintah mulai melakukan perombakan besar-besaran. 

Seluruh lapak pun sudah dibangun secara permanen yang membuat pengunjung lebih nyaman dan leluasa. Tak hanya itu, pemerintah secara resmi mempromosikan besar-besaran Pasar Tanah Abang di dalam dan di luar negeri sebagai sentra penjualan tekstil. 

Foto Kombinasi Pasar Tn Abang (CNBC Indonesia)Foto: Foto Kombinasi Pasar Tn Abang tahun 2022 vs tahun 2023 (CNBC Indonesia)
Foto Kombinasi Pasar Tn Abang (CNBC Indonesia)

Dari sinilah Pasar Tanah Abang mulai dikenal di luar negeri, khususnya kawasan Asia Tenggara. Banyak orang dari berbagai daerah mengunjungi Pasar Tanah Abang untuk belanja tekstil.

Hal ini terjadi juga di era setelah kemerdekaan. Seiring kondusifnya situasi ekonomi dan politik ditambah terbukanya transportasi membuat keramaian pasar selalu menjadi-jadi. 

Di tahun 1990-an saja perputaran uang sukses mencapai Rp 10 miliar per hari. Tak heran, Pasar Tanah Abang sukses dinobatkan sebagai pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara. 

Bahkan, mengutip CNN Indonesia, perputaran uang di Pasar Tanah Abang 2 tahun lalu pernah menyentuh Rp 200 miliar per hari. Oleh karena itu, merosotnya omzet pedagang Pasar Tanah Abang sekarang menjadi tragis dan ironis. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular