Kisah Pedagang Asongan yang Sukses Jadi Pendiri Merek Silet

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
16 July 2023 17:15
Ilustrasi Silet. (Dok. Pexel)
Foto: Ilustrasi Silet. (Dok. Pexel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di Indonesia, silet adalah benda yang tidak asing karena sering dipakai beragam keperluan. Mulai dari memotong benda, merapihkan rambut bagi pria, dan branding acara gosip stasiun TV. Kata "silet" sendiri pun sudah terdaftar sebagai kosa kata dalam KBBI. Yang artinya, pisau berupa lempengan baja kecil dan tipis, biasanya bermata dua (tanpa pegangan).

Berbagai merek silet pun bisa mudah ditemukan. Mulai dari Gillette, Shick, Dayman, hingga silet tanpa merek. Meski terkesan sudah Indonesia banget, "silet" ternyata bukan asli Indonesia. Bagaimana bisa?

Sejarah kata "silet" bisa ditarik mundur ke penemuan benda itu oleh pria asal Amerika Serikat (AS) bernama King Camp Gillette pada 1895. Sebagai catatan, mengutip laman Brittanica, Gillette awalnya adalah pedagang asongan.

Sekali waktu, Gillette melihat banyak pria tampil kesusahan untuk tampil ganteng, rapih dan necis. Kesusahan itu biasanya dialami oleh pria yang memiliki kumis, jenggot dan jambang. Tiap kali ingin merapihkan tiga rambut yang tumbuh di muka itu, setiap pria harus mengasah pisau untuk mencukurnya. Tentu, proses ini sangat ribet.

Setiap ingin merapihkan kumis, misalkan, bahaya mengintai karena bisa saja pisau yang cukup besar itu menusuk ke kulit muka. Dari sinilah, Gillette punya ide menarik. Mengutip paparan dalam Cutting Edge: Gillette's Journey to Global Leadership (1998), pria kelahiran 5 Januari 1855 itu kemudian membuat pisau berukuran sangat kecil yang punya dua sisi tipis pada 1895. Sisi tipis itu bertujuan agar para pria bisa memanfaatkan pisau buatannya untuk dua kali pakai sebelum dibuang.

Jelas, temuan Gillette ini kemudian laris-manis di pasaran. Dia menciptakan produk buatannya itu saat masih berdagang asongan.

Meski begitu, tingginya permintaan membuat Gillette kewalahan. Dalam laman resmi Gillette diketahui, dia pun mendatangi Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk meminta solusi, siapa tahu MIT bisa membuatkan mesin pencetak produknya.

Beruntung, seorang peneliti bernama Nickerson mampu mewujudkan keinginan Gillette. Sejak itulah, terjadi produksi besar-besaran pisau cukur, berserta gagang plastik untuk memudahkan pengguna. Produksi besar inilah yang kemudian membuat Gillette mendirikan toko sendiri pada 1901. Di toko itu, dia mulai menjual dan menamai produknya dengan merek dagang Razor.

Awalnya hanya terjual belasan. Tetapi, lama kelamaan setelah setahun berdiri, tokonya sukses menjual ribuan alat cukur.

Tak lupa, temuan ini juga dipatenkan pada 1904. Seiring waktu, berdirilah perusahaan Gillette yang khusus memasarkan pisau cukur merek Razor itu yang klaimnya, digunakan, 750 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.

Tak diketahui pasti sejak kapan Gillette masuk ke Indonesia. Namun, berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, jejak awal pisau cukur itu terdeteksi di koran De Sumatra Post edisi 8 Agustus 1913. Di koran itu, iklan Gillette hampir ditaruh setengah halaman dan bisa dibeli di toko M. Goldenberg & Co.

Iklan itu lengkap dengan visual seorang anak kecil yang memegang pisau cukur di bawah dagunya. Iklan itu dibarengi juga oleh slogan "Safety-Razors, Veiligheid Scheeraparaten" yang artinya "Safety-Razors, alat cukur keselamatan", sembari dibarengi oleh himbauan agar tidak membeli produk imitasi.

Perubahan kata menjadi silet diyakini karena kata "Gillette" dalam pelafalan bahasa Belanda terdengar seperti "shilet". Dari sinilah masyarakat Indonesia memasukkan silet sebagai kata dalam berkomunikasi yang lantas terekam lintas generasi.

Kasus ini sama seperti, misalnya, pengucapan kata Belanda "gordijn" menjadi "gordeng" atau "hordeng" di bahasa Indonesia. Di Indonesia, produk Gillette kemudian diproduksi di bawah bendera Procter & Gamble (P&G) Indonesia.


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular