Ratu Jamu RI: Njonja Meneer dari Beras Menir Hingga 1 Abad!
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejarah jamu di Indonesia sangat menarik dan tak terpisahkan dari kaum Tionghoa di Indonesia. Pada masa lalu perempuan Tionghoa di Jawa juga ikut aktif dalam dunia jamu dan perusahaan jamu kerap terkait dengan keluarga Tionghoa. Njonja Meneer adalah salah satu yang terkenal.
Njonja Meneer terkait dengan Lauw Ping Nio. Dia adalah anak seorang ibu yang pernah mengalami masa-masa makan beras menir ketika akan melahirkan Lauw Ping Nio. Menir dalam bahasa Indonesia pecahan beras halus yang terjadi ketika ditumbuk, biasanya dianggap sebagai konsumsi makanan kalangan bawah. Menir juga bisa disebut sebagai Meneer, dalam bahasa Belanda, Meneer sendiri berarti Tuan.
"Nama itu akan menjadi kenangan bagi ibunya yang mengingatkan kebiasaannya makan beras Menir, meski sebenarnya nama bayi itu Lauw Ping Nio," tulis sih Sumardono dalam Perjalanan Panjang Usaha Nyonya Meneer (2002). Lauw Ping Nio alias Meneer sendiri Sidoarjo 1895.
Seperti banyak perempuan di zamannya, Meneer mengalami kawin muda. Susan Jane Beers dalam Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing (2012) muda sejak 16 tahun dengan seorang pedagang bernama Ong Bian Wan dan menjadi istri ketiga. Asih Sumardono menyebut, "bisnis perdagangannya membuat ia membawa Meneer hingga ke Kota Semarang."
"Pada tahun 1919 beliau memberanikan diri memproduksi jamu secara sederhana walaupun pada masanya teknologi jamu yang dipakai masih sangat manual . Tujuannya tidak lain hanya untuk memenuhi permintaan masyarakat," tulis Asih Sumardono. Tahun 1919 itu tentu menjadi tahun keramat bagi perusahaan jam Lauw Ping Nio alias Njonja Meneer ini. Tahun 1919 dianggap tahun permulaan mereka.
"Nyonya Meneer memang seorang pekerja keras. la bepergian naik dokar dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari age . Tak segan - segan ia pergi ke Yogyakarta sampai ke Surabaya untuk mencari tempat," tulis Asih Sumardono. Jamu-jamunya lalu terkenal. Njonja Meneer dikenal dengan Djamu Habis Bersalin, Jamu Sakit Kencing, Jamu Galian Rapet, Jamu Mekar Sari, Jamu Pria Sehat, Jamu Gadis Remaja, dan lainnya. Jamu buatan mereka dikenal dengan sebutan jamu cap potret Njonja Meneer.
Bisnis Njonja Meneer lalu diteruskan Ong Djian Nio alias Nonnie Saerang, putrinya Lauw Ping Nio. Pada 1940 penjualan jamunya meluas hingga merambah ke Jakarta. Nonniekala itu pindah ke Jakarta dan membuka gerai di Pasar baru. Perang ikut mempengaruhi bisnis jamu Njonja Meneer, seperti juga bisnis-bisnis lainnya di dunia.
Setelah Perang Dunia II, Njonja Meneer terus bangkit. Koran Semarang De locomotief (30-09-1949), menyebut Njonja Meneer hadir di pasar malam tahun 1949 di stand nomor. 88, dimana mereka menyajikan berbagai jenis herbal.
Herbalnya memakai resep kuno. herbalnya terbagi menjadi herbal kecantikan dan herbal kesehatan. Jamu itu digunakan orang semua kelompok masyarakat baik Tionghoa, Jawa, Belanda dan lainnya. Koran itu menyebut Njonja Meneer secara pribadi melakukan kontrol ketat atas hal ini produknya dan koran itu menyebut Njonja Meneer sebagai Ratu Jamu.
Lauw Ping Nio ikut memimpin bisnis. Pada 1967 dia sempat jadi direktur utama dan pada 1978 tutup usia. Anaknya meneruskan bisnis itu. Namun di era generasi ketiga, ketika Charles Saerang memimpin sengketa menimpa Njonja Meneer. Kini Njonja Meneer telah mencapai usia 100 tahunnya dalam bisnis jamu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pmt/pmt)