Raja Maskapai RI: Awal Lion Air dari Zodiak Leo Rusdi Kirana
Jakarta, CNBC Indonesia - Kusnan dan Rusdi Kirana seperti Wright bersaudara yang ingin orang-orang bisa terbang. Duo Kirana belakangan dianggap sebagai penyedia penerbangan murah melalui Lion Air, yang punya banyak rute dalam penerbangan nasional. Lion Air adalah maskapai swasta terbesar di Indonesia sebelum pandemi.
Duo Kirana bersaudara yang asal Cirebon itu bukan anak konglomerat, jadi mereka harus berjuang keras untuk menjadi besar dalam dunia bisnis. Rusdi Kirana yang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila punya pekerjaan sampingan sebagai calo tiket di Bandara Soekarno-Hatta ketika muda. Pekerjaan itu membuat Rusdi paham dunia penerbangan.
Setelah lulus kuliah, dengan uang tabungan Rusdi sebagai calo dan uang dari Kusnan, keduanya lalu mendirikan biro perjalanan itu bernama Lion Tour. Kedua pendirinya kebetulan berzodiak Leo. Era 1990-an, naik pesawat bukan hal biasa bagi banyak orang Indonesia.
Suatu kali Rusdi bertemu direktur maskapai penerbangan Vietnam. Rusdi sempat bertanya, "mau dibawa ke mana penerbangan nasional Vietnam?" Dan sang direktur menjawab, "akan saya bawa menjadi penerbangan umum." Jawaban itu diingat Rusdi dan dia ingin sekali membangun sebuah maskapai penerbangan.
"Saat itu, izin penerbangan belum dibuka," aku Rusdi di Gatra No. 52 X (13/11/2004). Setelah izin terkabul pada 1999 dengan modal yang ada dia memulai bisnis maskapainya, mula-mula perusahaannya menyewa dua pesawat. secara hukum didirikan pada tanggal 15 November 1999 dan mulai beroperasi pertama kali pada tanggal 30 Juni 2000.
Harga tiket Lion Air pun rela dibuat murah. Tiket Jakarta-Medan sebelum 2004 yang mencapai Rp1,1 juta dibuat menjadi Rp300 ribu dan tiket Jakarta-Manado yang biasanya dibuat Rp 2,1 juta dibuat menjadi Rp 400 ribu. Dengan harga itu, nyatanya bisnis Rusdi dan Kusnan bisa bertahan.
Pada 2004 Lion Air sudah mengoperasikan 23 pesawat terbang. Tiap harinya Lion Air melayani dengan 130 penerbangan di Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Jumlah pesawat pun kemudian juga terus bertambah lagi.
Apalagi setelah Amerika Serikat dilanda krisis ekonomi sekitar 2011, dimana pada masa itu Lion Air membeli pesawat dalam jumlah yang sangat banyak. Hingga Lion Air Group pun harus membawahi beberapa maskapai seperti Wings Air, Batik Air, Lion Bizjet, Malindo Air (Malaysia), dan Thai Lion Air (Thailand).
Sebelum pandemi, pesawat-pesawat Lion Air mendominasi terminal 1 di Bandara Soekarno-Hatta. Lewat bisnis pesawat, Rusdi dan Kusnan menjadi kaya raya. Majalah Forbes menyebut duo Kirana berada urutan 33 dari 50 orang terkaya di Indonesia per 29 November 2017. Kekayaan mereka kala itu US$ 970 juta.
Lion Air terus mendaku diri sebagai maskapai penerbangan berbiaya rendah (Low Cost Carrier) dengan jargon: We Make People Fly. Sayangnya, ada harga lain (non uang) yang harus dibayar penumpang, yakni keterlambatan dari jadwal dan lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pmt/pmt)