Raja Rokok RI: Hartono Bersaudara Kini Kaya Raya dari BCA!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun 2021, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) termasuk perusahaan yang meraup laba fantastis. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba bersih BBCA mencapai Rp 31,42 triliun. Robert serta Michael Hartono berpotensi mengantongi dividen sebelum pajak mencapai Rp 8,6 triliun dari kinerja BCA 2021 lalu.
BCA, yang dimiliki juga oleh keluarga Hartono itu lewat PT Dwimuria Investama Andalan memegang 54,94% saham BBCA atau setara dengan 67,73 miliar saham perusahaan setelah stock split (1:5), membuat keluarga Hartono makin kaya.
Dalam riwayat bisnis keluarga keluarga Hartono, rokok yang membuat keluarga itu melesat dalam bisnis. Oei Wie Gwan, adalah orang penting dalam sejarah bisnis keluarga Hartono. Dia adalah ayah dari Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono yang kini makin tajir berkat BCA.
Oei Wie Gwan, disebut Amen Budiman dan Ong Hok Ham dalam Rokok Kretek: lintasan sejarah dan artinya bagi pembangunan bangsa dan negara (1987:199) pernah berbisnis mercon. Merek merconnya, Leo, terkenal di seluruh Jawa. Jongki Tio dalam Kota Semarang Dalam Kenangan (2000:60) menyebut mercon cap Leo di ekspor pula ke luar negeri.
Bisnis mercon biasanya berbarengan dengan kembang api, yang bahannya sama. Bisnis ini jelas penuh risiko dan Oei Wie Gwan melalui risiko yang tidak diinginkannya. Pabrik merconnya suatu hari meledak.
"Pabrik kembang api Oei Wie Gwan di Rembang terbang ke udara sepuluh menit sebelum jam dua siang. Lima pekerja pabrik tewas seketika, 22 luka berat dan 14 luka ringan. Dari yang terluka berat, sembilan orang tewas di rumah sakit," kata koran Bataviaasch Nieuwsblad (28/1/1938).
Oei Wie Gwan tentu bangkit dari keterpurukannya itu. Di kota Kudus, dia melakukan hal terpenting dalam sejarah keluarganya. Oei Wie Gwan membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus pada 1951.
Oei Wie Gwan kali ini ada kemiripan dengan produk yang dibuatnya dulu, sama-sama harus dibakar untuk menikmatinya. Kemiripan lainnya, kali ini Oei Wie Gwan juga cukup sukses.
Mulanya perusahaan rokok kecil itu namanya Djarum Gramophon ketika dibeli, namun kemudian disingkatnya menjadi Djarum. Pabrik berada di Jalan Bitingan Baru nomor 28 (kini Jalan Ahmad Yani) Kudus. Pelan-pelan perusahaan itu maju dan sempat tertimpa kemalangan dalam perjalanannya.
"Pada tahun 1963 terjadilah musibah kebakaran yang hampir menghancurkan perusahaan. Oei Wie Gwan meninggal tak lama setelah itu, tetapi putra-putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, berhasil memulihkan keadaan," tulis Rudi Badil dalam Kretek Jawa (2011: 35).
Kedua anak Oei Wie Gwan meneruskan bisnis rokok warisan ayah mereka dengan baik. Mark Hanusz dalam Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes (2000:136 & 142) menyebut anak-anak Oei Wie Gwan itu membangun bagian penelitian dan pengembangan terkait produk mereka sejak 1970 dan memakai mesin-mesin untuk meningkatkan produksi.
Produk mereka kretek filter dipasarkan sejak 1976 dan pada 1981 mereka meluncurkan Djarum Super yang diminati di pasaran. Bisnis keluarga Hartono lalu berkembang ke bidang lain. Seperti elektronika (Polytron), perkebunan (HPI Argo), pusat perbelanjaan (Grand Indonesia), perdagangan elektronik (Blibli), agen perjalanan daring (tiket.com) dan perbankan.
Di bidang perbankan kini Djarum group yang dipimpin Robert dan Michael ikut memiliki BCA. Sebuah bank yang didirikan Liem Sioe Liong. Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016:87) menyebut bahwa Liem dan Oei Wie Gwan adalah kawan lama. Mereka sama-sama tumbuh di Kudus. Saham BCA dibeli pasca krisis 1998.
Semasa di Kudus, selain bisnis rokok, anak-anak Oei Wie Gwan sudah mengembangkan olahraga bulutangkis. Nama Djarum selain sebagai merek rokok dikenal pula dalam dunia bulutangkis Indonesia. PB Djarum kira-kira sesohor Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pmt/pmt)
[Gambas:Video CNBC]