Menteri Trenggono Bicara Ekonomi Biru Hingga Ulah Kapal Asing
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada akhir tahun lalu, Wahyu Trenggono telah membuat sejumlah kebijakan strategis yang mencuri perhatian. Salah satunya adalah pelarangan ekspor benih bening lobster (BBL).
Namun, perikanan bukan hanya soal benur semata. Masih banyak pekerjaan rumah lain yang harus dibenahi.
Berbicara dalam CNBC Indonesia Economic Update pada Jumat (16/7/2021), Trenggono memaparkan sederet program KKP. Simak dalam petikan wawancara berikut:
Bagaimana KKP melaksanakan ekonomi biru?
Ekonomi biru itu masa depan seluruh bangsa di dunia khususnya di Indonesia karena terletak di pulau-pulau. Luas wilayah laut kita sekitar 6,4 juta kilometer persegi. Ini sebetulnya sangat memberi pengaruh dunia.
Biota kelautan kita beragam dan jenis perikanan macam-macam. Menurut pandangan kami di KKP, ini kekuatan atau kemajuan perikanan kita ini terbesar di dunia.
Produksi perikanan kita juga besar sekali. Namun pendapatan negara atau penataan atau pengambilan penangkapan ikan belum ditata dengan baik. Tentu program kami di 2021-2024 adalah melakukan satu penataan terukur dengan penangkapan pola berwawasan lingkungan.
Tidak boleh lagi overfishing terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu sudah kita tuangkan dalam peraturan-peraturan turunan UU Cipta Kerja di antaranya pembatasan-pembatasan.
Kita juga akan kalkulasi potensi di setiap penangkapan mulai sekitar Natuna, Selat Malaka, di wilayah selatan Jawa, Sumatera, Indonesia timur dan kemudian yang berbatasan dengan kawasan Pasifik. Di sana tuna cakalang, tuna blue fin, yellow fin, di selatan juga besar potensinya untuk kedua jenis tuna itu.
Sementara masih belum rapi, maka kita akan buat modeling penangkapan terukur. Mudah-mudahan 2-3 tahun ke depan akan ada satelit industri perikanan tangkap yang ramah lingkungan. Jadi ada unsur konservasi, pembatasan jumlah kapal yang boleh menangkap, kemudian menggeser wilayah tradisional dan budidaya.
Kita akan pikirkan berapa besar ikan butuhkan pakan dan pakannya berasal dari budidaya, bukan dari penghancuran atau pengambilan wilayah kelautan.
Jadi ekonomi biru adalah bagaimana kesehatan laut bisa dijaga dengan baik dan kemudian dia bisa memicu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan ekonomi yang baik. Kita akan jaga.
Anggaran KKP untuk 2022 direncanakan sebesar Rp 8 triliun. Apa aja programnya?
Membangun masterplan 25 tahun ke depan dalam pengelolaan sistem perikanan dan pengelolaan kelautan Indonesia. Saya kira itu pemikirannya jadi nggak besar biayanya. Kemudian menata penangkapan terukur tadi.
Jadi kami menyiapkan pelabuhan-pelabuhan yang sudah punya sarana yang sudah kita hitung itu pelabuhan bersih, nggak kotor, nelayan terdidik, produktivitas bagus kemudian tumbuhnya perekonomian di satelit-satelit pelabuhan. Itu dari sektor perikanan tangkap
Kemudian dari sektor perikanan budidaya ada 5 komoditas tapi satu paling kuat, udang. Ini harus jadi tulang punggung, maka akan ada evaluasi revitalisasi kemudian modeling.
Terkait modeling, kalau lihat di Mesir, di situ ada pembangunan tambak besar. Itu model integrated farm kira-kira luasnya 1.200 hektare yang dia hasilkan 80 ribu ton dalam tahun. Itu nilainya sangat besar hampir Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun produktivitasnya.
Kemudian membangun budidaya-budidaya di pedalaman. Ada budidaya seperti ikan mas ikan yang selalu nilainya itu cukup besar. Di Kabupaten Pasaman itu satu tahun produksinya di satu kabupaten Rp 1,3 triliun.
Kalau bisa kembangkan di beberapa wilayah maka bisa meningkatkan tukar nilai petambak atau nelayan yang nggak seperti sekarang 101, 102.
Menurut saya 101-102 kategori miskin, belum sejahtera kita akan tingkatkan ke 140.
Oleh karena itu, regulasi itu harus memicu pertumbuhan. Entah produktivitasnya dan ujung di pertumbuhan ekonomi.
Nanti akan ada evaluasi regulasi?
Ya contohnya paling sensitif benur. Kekayaan alam Indonesia ini akan kita kembangkan satu kawasan budidaya lobster dan kita, KKP, sudah komunikasi dengan Vietnam sebagai satu pembudidaya yang punya demand lobster paling besar. Itu akan kita ajak budidaya di Indonesia. Karena pasar besar sekitar US$ 6 miliar dari pasar lobster itu sendiri
Kedua, cara berbudidaya. Salah satunya yang kami revisi perizinan tambak. Selama ini masih dilakukan pemerintah daerah di mana kami akan diskusi dengan pemda melalui Kementerian Dalam Negeri untuk perizinan mereka akan rekomendasikan tapi tetap harus melalui pusat, KKP. Karena kita punya standar-standar, contoh budidaya udang harus punya instalasi pengelolaan air limbah.
Bisa diceritakan komoditas perikanan dan kelautan yang jadi andalan menyumbang devisa?
Ada lima komoditas. Pertama udang, tuna, cakalang, kemudian cumi, rajungan, kepiting dan lobster. Itu unggulan kita saat ini dan yang akan datang, itu perhatian kita terutama 2021-2024. Kita akan bangun seluruh infrastruktur agar lima komoditas benar-benar jadi andalan kita di masa depan.
Infrastruktur apa yang akan dibangun KKP?
Salah satunya penetapan kawasan budidaya baik lobster, budidaya udang maupun kepiting, kemudian rajungan di Sulawesi Selatan. Balai sudah berhasil lakukan pemijahan soal rajungan dan dua komoditas yang saya sebut itu cukup tinggi nilai pasar ekspornya
Terkait masih ada laporan masuknya nelayan asing ke perairan Indonesia, apa upaya KKP untuk minimalisasi hal tersebut?
Sekarang sudah koordinasi TNI AL, Bakamla dan kita sudah punya Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan yang sampai Juni sudah 100 lebih kapal asing kita tangkap terutama di perbatasan terutama di Laut China Selatan.
Namun model pengkapan terukur yang kami sampaikan itu salah satu jawaban karena nanti di wilayah itu jadi fokus pengawasannya akan diterapkan.
Kami juga sudah punya teknologi yang bisa memonitor secara langsung pergerakan kapal di seluruh sudut wilayah Republik Indonesia. Yang sekarang kita lakukan perbaikan dan ujicoba.
Khusus untuk Laut China Selatan, ada wilayah penangkapan perikanan 711 (wpp 711). Di situ cukup besar arus dari Laut China Selatan ke Indonesia sehingga banyak nelayan dari Vietnam, Thailand, Myanmar cenderung cari ikan masuk Indonesia. Itu kita jaga ketat dalam konteks koordinasi sudah intens. Kita akan tingkatkan kembali dengan Bakamla. Kita harap Bakamla jadi leader tapi kita fokus pada pengawasan di setiap wpp.
Tantangan yang dihadapi KKP?
Sebetulnya kalau bicara kelautan, ikan hanya jadi bagian dari satu komoditas biota kelautan. Kelautan sebenernya sangat luas isinya di dalam. Ini jadi sebuah tantangan tersendiri itu jadi bagian dari program KKP di antaranya apabila laut tidak sehat maka kehidupan dunia akan terganggu
Program yang kami kerjakan adalah bagaimana melakukan sinergi dan sama-sama dengan K/L lain yang terkait karena kesehatan laut sangat penting, salah satunya wilayah pesisir yang harus dijaga dan pulau terpencil haeus dijaga dengan baik, wilayah tertentu harus dijaga untuk konservasi dan seterusnya.
Itu sedang kita susun semua agar seluruh pulau harapannya pesisirnya, mangrove-nya, terpelihara dengan baik. Itu akan generate carbon dan kita minta K/L lain agar sama-sama plastik sampah nggak terbuang ke laut. Kemudian K/L lain untuk eksplorasi di laut, semua kita tata dalam peraturan menteri. Kita koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di bawah Bapak Luhut Binsar Pandjaitan.
(miq/miq)