Cerita Martabak Legendaris di DKI yang Hampir Gulung Tikar

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 September 2019 19:54
DKI Jakarta banyak berdiri gerai kuliner legendaris seperti martabak.
Foto: Martabak 65A - Bandung Asli Pecenongan (CNBC Indonesia/Thea Fathanah Arbar)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjadi salah satu pelopor kedai martabak di Jalan Pecenongan Raya, Jakarta Pusat ternyata tidak semudah yang dikira. Berdiri pada tahun 1973, Martabak 65A - Bandung Asli Pecenongan ternyata pernah hampir gulung tikar.

Hal ini diceritakan langsung oleh pendiri Agustinus Sugiarjo (54) kepada CNBC Indonesia.

"Pas dibangun masih sepi dan sudah mau hampir tutup, selama 6 bulan pertama kita bertahan. Kita kalau enggak kuat uang, pasti bubar. Kita juga selalu berdoa agar usaha ini bisa sukses," ujar Agustinus.

Awalnya, satu loyang martabak dijual seharga Rp 2 ribu dengan menu kacang cokelat. Karena sepi, akhirnya dihadirkan menu baru, yaitu martabak keju. Sejak saat itu, menurut Agustinus, kedainya langsung ramai hingga kini.

Kini, berbagai macam rasa dihadirkan. Mulai dari rasa klasik seperti cokelat kacang wijen dan keju, hingga dengan isi kacang almond, Nutella, Toblerone, Skippy, Ovomaltine, Cadbury, red velvet sampai rasa green tea.

Untuk harga, satu loyang Martabak 65A Bandung Asli Pecenongan versi manis dipatok mulai harga Rp 100 ribu hingga Rp 260 ribu. Sedangkan untuk martabak asin isi ayam atau daging sapi dipatok mulai harga Rp 85 ribu hingga Rp 140 ribu.

"Kita tempatnya dari awal buka di sini, dari dulu harga martabaknya Rp 2 ribu per loyang. Sekarang Rp 120 ribu per loyang," ungkap Agustinus.

"Harganya tiap tahun naik. Dulu yang dari Rp 2.000 naik jadi Rp 2.500. Sampai sekarang Rp 120 ribu. Harganya naik kalau harga bahan-bahannya naik. Setahun kadang bisa 2 kali naik. Tapi naiknya enggak banyak, kurang lebih Rp 1.000 saja," lanjut Agustinus.

Menurutnya, selama ia masih menjual martabak dengan bahan-bahan berkualitas dan resep yang tetap enak, harga tidak jadi masalah. Penglihatan CNBC Indonesia, kedai martabak ini ramai oleh pembeli. Bahkan lebih banyak yang membeli dengan jasa ojek online (ojol).

"Kita kan jual martabak yang enak. Kalau enggak enak gak bakal laku," imbuh Agustinus.

Untuk omzet sendiri, Agustinus mengatakan bahwa sehari ia bisa mendapatkan Rp 8-12 juta. "Gak tentu. Kalau lagi sepi kurang lebih Rp 8 juta, kalau ramai bisa Rp 12 juta per hari. Biasanya sepi hari senin, ramainya biasa pas malam minggu," ujarnya.

"Yang baru-baru ya kurang lebih 100 bon. Kadang ada yang pesan setengah loyang, atau satu loyang. Ini penjualan martabak manis saja. Kalau yang asin telor, paling 50-60 bon per hari. Kebanyakan yang pesan menu asin satu dan manis setengah loyang," lanjut Agustinus.

Bapak dua anak ini juga membeberkan kalau pelanggan lama yang sudah tua lebih senang menu cokelat kacang wijen dan keju. Sedangkan pelanggan yang lebih muda menyukai menu baru, seperti kacang almond, Nutella, Toblerone, Skippy, Ovomaltine, dan lainnya.

Menjadi Bisnis Latah yang Diikuti Orang dan Hak Paten Nama 

Menjadi pelopor kedai martabak pertama di Pecenongan rupanya menyulut orang lain untuk ikut berjualan penganan ini. Menurut Agustinus, setelah usahanya ini sukses, banyak orang yang mengikuti berjualan martabak dengan menggunakan nama Pecenongan.

Ada beberapa orang yang turut menggunakan nama pecenongan untuk berjualan martabak. Mereka meniru mulai dari nama, desain kotak martabak, seragam pegawai, dan bahkan meniru menu-menu yang ada.

Pada 2007, kedua anaknya, Daniel dan Fanny mulai terlibat dalam bisnis ini. Mereka mulai rebranding dengan menggunakan nama Martabak 65A - Bandung Asli Pecenongan. Segala aspek seperti logo, desai  menu, desain box, seragam, spanduk, dan lainnya diubah sedemikian rupa. Dihadirkan pula sosial media dan website untuk memudahkan orang mencari informasi.

Agustinus yang membangun bisnis ini pada usia muda juga akhirnya mematenkan nama martabaknya. "Dulu namanya Martabak Bandung Asli, karena saya orang Bandung asli. Sekarang kan banyak persaingan, jadi saya ganti Martabak 65A - Bandung Asli Pecenongan. Kalau nama 'Bandung' kan enggak bisa dihak-patenkan. Hak paten ini kira-kira 10 tahun yang lalu," jelasnya.

Agustinus membuka kedai ini bersama kakak laki-laki keduanya, Antonius Sugianto. Untuk membuat resep martabaknya sendiri, Agustinus diajarkan oleh saudaranya di Bandung. Kini Martabak 65A - Bandung Asli Pecenongan memiliki cabang di Pluit, Jakarta Utara.

Kini bisnis yang memiliki total 9 pegawai ini dibantu ditangani oleh kedua anak dan menantu Agustinus. Mereka bergantian berjaga di kedai Pecenongan yang buka mulai pukul 11.00 WIB hingga 00.00 WIB setiap harinya.
(hoi/hoi) Next Article Mendulang Cuan Dari Bisnis Jajanan Tradisional

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular