Emanuella Bungasmara Ega Tirta
CNBC Indonesia Researcher
Ketahanan pangan Indonesia sedang memasuki fase krusial, terutama pada sektor sapi potong dan sapi perah.
Kebutuhan daging dan susu meningkat jauh lebih cepat dibanding kemampuan produksi domestik.
Keterbatasan pasokan dalam negeri membuat Indonesia kembali menggantungkan diri pada impor, baik daging maupun sapi hidup. Situasi ini menjadi gambaran kompleks bahwa pembangunan peternakan nasional masih dalam perjalananya menuju kemandirian, dan kebijakan pangan nasional kini berada dalam persimpangan: memenuhi kebutuhan cepat melalui impor atau memperkuat industri ternak lokal meski membutuhkan waktu panjang untuk membuahkan hasil.
Pada realitas produksi, Indonesia menghadapi tantangan teknis dan struktural. Populasi sapi perah nasional turun dari 582.169 ekor pada 2021 menjadi hanya 507.075 ekor pada 2023, dan penurunan ini berimplikasi langsung pada suplai susu dalam negeri. Mayoritas penurunan terjadi setelah wabah PMK 2022, yang menyebabkan produktivitas sapi turun hingga hanya 60% dari kapasitas normal, sehingga penambahan populasi baru melalui breeding domestik tidak bisa mengejar kebutuhan dalam waktu dekat.
Karena produksi menurun, ketergantungan impor susu semakin membesar. Tahun 2023 Indonesia mengimpor 287.970 ton susu dengan nilai US$921,42 juta, dan angka kebutuhan diperkirakan melesat pada 2025 seiring eksekusi program MBG. Dengan mekanisme komputasi kebutuhan, pemerintah memerlukan 733.768 ton susu cair untuk menyuplai peserta program; biaya yang harus digelontorkan setara Rp36,75 triliun hanya untuk komponen susu. Artinya, ketergantungan terhadap impor bukan sekadar opsi sementara, tetapi konsekuensi struktural dari rendahnya kapasitas produksi domestik.
Dalam konteks ini, rencana impor 1 juta sapi perah hingga 2029 dianggap solusi jangka menengah untuk memperkuat produksi susu nasional.
Namun, strategi ini masih memiliki sejumlah tantangan, termasuk adaptasi iklim sapi impor dari Australia dan Selandia Baru serta kesiapan peternak lokal menerima sistem produksi modern. Sejarah juga menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengimpor sapi perah besar-besaran, 80.000 ekor pada 1979–1986 dan tambahan 5.000 ekor dari Amerika Serikat, namun tata kelola peternakan lokal tidak berkembang konsisten sehingga swasembada susu tetap tidak terwujud.

Pekerja Pemerah Sapi
Foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Kontribusi Perum Dharma Jaya dalam Pergerakan Swasembada Sapi
Pada titik inilah posisi Dharma Jaya menjadi relevan dalam diskursus ketahanan pangan Indonesia.
Ketika impor sapi tidak bisa dihindari dan kebutuhan daging maupun susu terus naik, kota besar seperti Jakarta membutuhkan entitas yang bukan hanya mendistribusikan protein hewani, tetapi mampu mengintegrasikan feedlot, pemotongan, penyimpanan dingin, dan distribusi langsung ke pasar modern serta program intervensi harga.
Ketika kota besar seperti Jakarta berhadapan dengan tantangan ketahanan pangan, jawaban efektif tidak semerta- merta, datang dari kebijakan makro atau impor massal, yang dibutuhkan adalah institusi yang mampu menata ulang rantai pasok protein hewani sehingga pasokan menjadi andal, harga dapat dikendalikan, mutu terjamin, dan misi sosial tetap terpenuhi.
Perumda Dharma Jaya,telah melakukan transformasi multi-dimensi yang memenuhi kriteria tersebut.
Transformasi itu bersifat operasional, finansial, organisasi, dan tata kelola dan yang terpenting, didukung angka nyata.
Transformasi Dharma Jaya sejak 2022–2025 bergerak pada tiga pilar terintegrasi: (1) penguatan hulu berupa penggemukan (fattening) dan feedlot; (2) modernisasi proses pemotongan dan pergudangan (RPH dan cold-chain); serta (3) ekspansi hilir melalui brand, ritel, dan kanal digital.
Perpaduan ketiga pilar itu memungkinkan perusahaan menjalankan dual mission, menjadi penyedia layanan publik (penugasan pangan bersubsidi dan stabilisasi harga) sekaligus pemain komersial yang kompetitif.
Pendapatan usaha komersial meningkat 361% year-on-year pada 2024 dibanding 2023 angka menunjukkan peralihan fungsi dari sekadar pelaksana penugasan menjadi entitas produksi-ritel berorientasi pasar.
Pendorong nyata di balik angka ini adalah perluasan kanal distribusi (ritel modern, Horeca, UMKM), penambahan SKU (591 jenis produk yang dijual di meat shop dan channel distributor selama 2024), serta peluncuran brand-produk (DJawara) dan lini siap saji (Djawara Fried Chicken).
Pada 2024 Dharma Jaya mengelola tiga RPH: Cakung (kapasitas 200 sapi/kerbau/hari), Pulogadung (kapasitas 400 sapi/kambing/domba/hari), dan Kapuk (babi, kapasitas tercatat).
Volume pemotongan luar biasa, RPH Cakung memproses 31.181 ekor sapi pada 2024, meningkat 43,7% dari 2023 sehingga total volume pemotongan RPH sepanjang 2024 mencapai 118.071 ekor (kenaikan 9,9% dari 2023).
Realisasi ini menunjukkan kapasitas operasional yang substansial guna mendukung kebutuhan pasokan daging di Jakarta.
Di hulu, kemampuan penggemukan merupakan bukti penting kemandirian suplai.
Lahan penggemukan di Serang (13 hektare) memiliki kapasitas 1.300 ekor; pemeliharaan sapi pada 2024 tercatat 2.057 ekor (lokal + impor) dan perusahaan merencanakan impor bakalan 5.000 ekor untuk 2025. Rencana ekspansi bakalan semacam ini memperlihatkan strategi mengatasi ketergantungan pasokan musiman atau regional.
Salah satu kunci transformasi yang sering dilupakan adalah kemampuan menahan fluktuasi harga melalui pengelolaan stok.
Untuk itu Dharma Jaya menempatkan investasi pada infrastruktur pergudangan dingin. Keberadaan cold storage eksisting di Cakung dengan kapasitas 850 ton, sementara paparan perusahaan di 2025 menyebut inisiasi pengembangan cold storage 5.000 ton sebagai bagian dari roadmap kapasitas.
Keberadaan fasilitas 850 ton memberi bukti fungsi rantai dingin yang sudah berjalan, rencana 5.000 ton memperlihatkan ambisi skala yang akan meningkatkan kemampuan intervensi pasar.
Aspek distribusi dan penetrasi pasar juga tersaji, pada 2024–2025 Dharma Jaya memperluas jangkauan retail, gerai Djawara tersebar di jaringan Transmart (beberapa cabang), Food Hall, Tip Top, serta channel e-commerce (Tokopedia, Shopee, Blibli).
Selain meningkatkan pendapatan, kanal ini juga memperpendek rantai distribusi ke konsumen urban sehingga dapat menurunkan biaya distribusi dan mendukung stabilitas harga.
4 cabang Transmart, 7 cabang Food Hall, 8 cabang Tip Top, 10 cabang di Pasar Jaya, 6 cabang Djawara Fried Chicken, 3 official store e-commerce, 100 mitra HORECA, serta beberapa mitra lain.”
Angka-angka yang menegaskan transformasi omni-channel.
Di ranah program sosial, ukuran dampak terlihat jelas dalam program Pangan Murah Bersubsidi.
Dharma Jaya berhasil mendistribusikan sekitar 8.000 ton bahan pangan bersubsidi setiap tahunnya.
Untuk 2025, laporan Transformasi Dharma Jaya merinci target dan realisasi bazaar murah: target jumlah bazaar naik dari 478 (2024) menjadi 695 (2025 target), dengan realisasi hingga Oktober 2025 mencapai 954 kali penyelenggaraan tertentu (angka tertera pada paparan).
Dalam konteks ketahanan pangan urban, angka tonase dan frekuensi bazaar semacam ini menyediakan bukti kapabilitas perusahaan memenuhi misi publik.

Perumda Dharma Jaya Raih Penghargaan "Best Urban Agrifood Innovation and Transformation
Foto : CNBC Indonesia TV
Transformasi yang berkelanjutan tidak boleh meninggalkan aspek tata kelola.
Di sini Dharma Jaya menunjukkan langkah-langkah penguatan compliance: penerapan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP) dan sertifikasi ISO SNI 37001:2016 (sertifikat diterbitkan pada Juli 2023), perolehan NKV Level 1 untuk gudang berpendingin, serta sertifikat halal untuk daging dan olahan.
Selain itu, dalam penilaian internal kesehatan BUMD Jakarta, skor kinerja 2024 adalah 65,10 (kategori “Sehat/A”), dan mencatat skor GCG yang membaik (angka 82,386 tercatat di paparan terkait GCG 2025).
Kombinasi sertifikasi teknis dan skor tata kelola ini memperkaya klaim bahwa transformasi Dharma Jaya bukan sekadar ekspansi komersial prematur, namun juga transformasi yang memasukkan kontrol dan kepatuhan sebagai elemen inti.
Selain angka-angka operasional, perubahan budaya organisasi dan kapabilitas SDM tercerminkan.
Melansir Laporan tahunan Dharma Jaya yang menekankan restrukturisasi organisasi, penambahan manpower, program pelatihan (BNSP, ISO awareness), serta penerapan sistem manajemen kerja & KPI (dengan pencapaian KPI perusahaan 2024 mencapai 87% menurut paparan). Hal-hal ini relevan, inovasi dan transformasi yang berkelanjutan hanya mungkin bila didorong oleh kapabilitas manusia yang meningkat.
Dari perspektif output perdagangan, laporan tahunan menguraikan volume produksi dan perdagangan yang menggambarkan transisi fungsi. Contohnya: volume perdagangan daging komersial 2024 tercatat 1.733.464 kg (kenaikan 209% atas 2023 untuk komponen komersial tertentu), sementara total perdagangan daging (komersial + subsidi) mencapai 4.634.759 kg pada 2024.
Volume perdagangan ayam komersial juga menunjukkan dinamika (145.156 ekor komersial pada 2024, naik 362,73% dibanding tahun sebelumnya untuk segmen tertentu). Volume-volume ini menunjukkan bahwa Dharma Jaya tidak hanya menjalankan fungsi pemotongan, melainkan juga aktivitas trading dan distribusi yang signifikan secara kuantitas.
Terdapat empat aspek yang membuktikan ke efektifan transformasi Dharma Jaya: (1) bukti inovasi teknis/operasional; (2) dampak pada ketahanan pangan/akses publik; (3) keberlanjutan finansial dan skala; (4) tata kelola & reputasi. Berdasarkan dokumen internal, Dharma Jaya memenuhi keempat aspek tersebut: (1) inovasi tampak pada infrastruktur RPH modern, adopsi WMS, dan rencana cold-storage 5.000 ton; (2) dampak sosial terlihat pada alokasi 8.000 ton pangan bersubsidi dan peningkatan frekuensi bazaar; (3) keberlanjutan finansial tercerminkan pada lonjakan pendapatan komersial (361% YoY 2024) dan pertumbuhan produk berlabel Djawara yang meningkatkan margin; (4) tata kelola diperkuat oleh ISO 37001, NKV Level 1, sertifikat halal, skor GCG yang baik, serta mekanisme whistleblowing tanpa pengaduan pada 2024 yang dicatat perusahaan. Semua poin ini didukung bukti dalam paparan dan laporan tahunan.
Tentunya ada ruang untuk penguatan. Beberapa area untuk perbaikan—misalnya realisasi PMD belum penuh (realokasi PMD dan penyerapan yang direncanakan hingga triwulan III-2025) dan beberapa indikator administrasi (periodic reporting) mendapat skor lebih rendah dalam penilaian kesehatan BUMD.
Penulis/ Sumber: Tim Riset CNBC Indonesia | Grafis & Layout: Ilham Restu Nugroho | Foto: Muhammad Sabki